Koran Mandala – Utang bermasalah sembilan BUMN kepada Bank BJB yang mencapai lebih dari Rp3,5 triliun kembali menjadi sorotan tajam dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI bersama Menteri BUMN Erick Thohir di Senayan, Selasa 20 Mei 2025.
Anggota Komisi VI, Mulyadi, menilai bahwa praktik penyaluran kredit dengan suku bunga tak wajar dan beban kredit yang berat dapat mengancam stabilitas keuangan Bank BJB sebagai bank pembangunan daerah yang seharusnya dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab.
Daddy: Skema Aneh Utang 9 BUMN Bukti Ketidakwarasan Manajemen Bank BJB
Menanggapi hal ini, pengamat kebijakan publik dan tokoh aktivis 77, Syafril Sjofyan, menegaskan bahwa pengawasan terhadap Bank BJB adalah tanggung jawab Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia mempertanyakan sejauh mana fungsi pengawasan tersebut dijalankan.
“OJK seharusnya melakukan pengawasan langsung (on-site supervision) maupun tidak langsung (off-site supervision) terhadap kondisi kesehatan bank dan kepatuhan terhadap prinsip kehati-hatian. Jika Bank BJB bisa kecolongan sampai sebesar ini, lalu fungsi OJK di mana?” ujar Syafril kepada wartawan, Jumat 23 Mei 2025.
Menurut Syafril, dugaan lemahnya tata kelola di tubuh Bank BJB bukan hal baru. Terbaru, kata dia, skandal pinjaman kepada PT Sritex menambah deretan indikasi buruknya manajemen risiko BJB.
“Informasi yang saya terima, PT Sritex mendapatkan pinjaman sebesar USD 38,89 juta atau sekitar Rp554,62 miliar tanpa memberikan jaminan aset apapun. Ini jelas melanggar prinsip kehati-hatian dalam perbankan. Pinjaman sebesar itu tanpa kolateral adalah tindakan yang sangat gegabah,” ungkapnya.
Ia juga menduga adanya permainan kotor dalam proses pencairan pinjaman tersebut. “Jika benar tanpa jaminan, patut dicurigai adanya praktik ‘cashback’ yang menguntungkan kelompok tertentu di internal bank. Ini sudah bukan sekadar kelalaian, tapi potensi kejahatan keuangan yang sistemik,” tegasnya.
Syafril mendesak agar seluruh direksi dan komisaris Bank BJB yang terlibat saat pencairan pinjaman ke Sritex segera dimintai pertanggungjawaban hukum, mengingat Direktur Utama PT Sritex telah ditahan oleh Kejaksaan Agung RI.
Ia juga mengingatkan agar OJK tak hanya menjadi lembaga formalitas. “Jangan sampai pejabat OJK yang digaji tinggi hanya duduk manis tanpa menjalankan fungsi pengawasan secara maksimal,” pungkasnya.