Koran Mandala -Indonesian Audit Watch (IAW) buka suara terkait polemik mutasi anak mantan Wakil Presiden RI, Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, yang hanya bertahan satu hari sebelum akhirnya dibatalkan. Kasus ini kembali memicu sorotan publik terhadap dugaan praktik maladministrasi dan nepotisme di tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, menegaskan bahwa kejadian ini tidak bisa dianggap sekadar kekeliruan prosedural. Ia menyebut mutasi kilat yang langsung dibatalkan keesokan harinya sebagai gambaran buruknya sistem manajemen SDM dalam institusi militer yang tertutup dan kaku.

“Apakah ini sinetron birokrasi berjudul ‘Anak Jenderal Naik Pangkat, Besoknya Diturunin’? Ini bukan hanya ganjil, tapi mencerminkan lemahnya kepastian hukum dan transparansi di lingkungan TNI,” ujar Iskandar dalam keterangan tertulis, Minggu 4 Mei 2025.

Seruan Kembali ke UUD 1945 yang Asli, Mantan Wakil Presiden RI ke-6 Sampaikan Maklumat Presidium Konstitusi

Ia menyoroti bahwa keputusan tersebut berpotensi melanggar prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, sebagaimana diatur dalam perundang-undangan. Menurutnya, pengambilan keputusan secara serampangan di institusi sebesar TNI merupakan indikasi dari persoalan struktural yang serius.

Iskandar juga menyinggung Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, terutama Pasal 3 dan 10 yang menekankan pentingnya asas kecermatan dan kepastian hukum dalam setiap kebijakan publik.

Indonesian Audit Watch (IAW) angkat suara atas polemik mutasi anak mantan Wakil Presiden RI, Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, yang hanya bertahan sehari sebelum dibatalkan. Kasus ini menyoroti dugaan praktik maladministrasi dan nepotisme yang masih bercokol dalam tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, menyatakan bahwa kejadian tersebut bukan sekadar kesalahan teknis atau prosedural. Ia menilai, mutasi kilat yang dibatalkan keesokan harinya adalah potret dari rusaknya sistem manajemen sumber daya manusia dalam institusi militer yang selama ini tertutup, kaku, dan hierarkis.

“Apakah kita sedang menonton sinetron birokrasi dengan episode ‘Anak Jenderal Naik Pangkat, Besoknya Diturunin’? Ini bukan sekadar keganjilan, tapi cerminan dari lemahnya kepastian hukum dan transparansi di tubuh TNI,” kata Iskandar dalam keterangan tertulisnya, Minggu (4/5/2025)

Pelanggaran terhadap Prinsip Pemerintahan yang Baik

Iskandar mengingatkan bahwa tindakan mutasi mendadak tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Menurut Pasal 3 dan 10, setiap kebijakan publik harus berdasarkan asas kecermatan, kepastian hukum, dan tidak sewenang-wenang.

“Mutasi sehari yang langsung dibatalkan merupakan bukti lemahnya perencanaan dan pengambilan keputusan di institusi sebesar TNI. Ini bukan sekadar maladministrasi, tapi ancaman terhadap kredibilitas militer,” ujarnya.

Selain itu, ia menilai TNI telah melanggar Pasal 4 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), karena tidak memberikan penjelasan rinci kepada publik soal alasan mutasi dan pencabutannya. Hal ini membuka ruang spekulasi dan dugaan adanya intervensi elite.

Ancaman Nepotisme dan Pelanggaran Meritokrasi

IAW menyoroti kemungkinan adanya nepotisme dalam proses mutasi tersebut. Iskandar mengingatkan bahwa TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 dan Pasal 24 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI menegaskan bahwa setiap pengangkatan atau pemindahan jabatan harus berdasarkan pada kebutuhan organisasi dan kompetensi, bukan hubungan kekeluargaan.

“Jika mutasi itu terjadi karena nama belakangnya ‘Try Sutrisno’, maka ini adalah nepotisme vulgar di tubuh militer. Tapi jika dibatalkan justru karena tekanan terhadap nama itu, maka tetap saja menunjukkan sistem yang rapuh dan tidak independen,” ujarnya.

Temuan BPK: Borok Lama yang Terbuka Kembali

Iskandar menyebut bahwa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama satu dekade terakhir telah berkali-kali mengungkap masalah serupa dalam pengelolaan SDM dan keuangan di TNI. Di antaranya:

1. LHP No. 02/LHP/XXIII/TNI/06/2023 menemukan pengadaan barang dan jasa tidak sesuai prosedur senilai Rp89,7 miliar serta aset TNI yang tak tercatat senilai Rp47,2 miliar.

2. LHP No. 12/LHP/XXI/TNI/11/2020 menyoroti mutasi 12 perwira tanpa alasan yang jelas dan pembelian helikopter dengan harga 15% lebih tinggi dari standar internasional.

3. LHP No. 08/LHP/XX/TNI/07/2019 mengungkap kebocoran dana operasional Rp32,5 miliar serta keberadaan prajurit fiktif yang menerima tunjangan.

Bahkan dalam rentang 2014–2024, BPK menandai adanya praktik jual-beli jabatan, molornya proyek, mark-up pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista), dan mutasi mendadak yang tidak memiliki dasar prosedural.

“Mutasi seperti kasus anak jenderal ini bukan hal baru. Ini praktik yang sudah berlangsung bertahun-tahun dan dianggap normal. Padahal ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap etika profesi militer,” ucap Iskandar.

Seruan untuk Reformasi Menyeluruh

IAW menyerukan agar Presiden, Menteri Pertahanan, dan Panglima TNI tidak menutup mata terhadap situasi ini. Iskandar menekankan bahwa mutasi satu hari ini bukan soal jabatan semata, tapi menyangkut moralitas negara.

“Jika hari ini anak jenderal bisa naik-turun dalam semalam, siapa yang menjamin besok cucunya tidak langsung jadi panglima?” katanya

Untuk itu, IAW mengajukan sejumlah langkah konkret yang harus segera diambil:

1. Audit internal menyeluruh oleh Inspektorat Jenderal TNI terhadap seluruh mutasi kilat dan tidak lazim.

2. Revisi Peraturan Panglima TNI terkait mutasi dan promosi agar berbasis merit, terbuka, dan terdokumentasi.

3. Pengawasan ketat oleh Komisi I DPR RI dan Ombudsman RI untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.

4. Digitalisasi sistem manajemen SDM TNI, termasuk penggunaan biometrik, rekam jejak kinerja, dan histori mutasi secara transparan.

Iskandar menegaskan bahwa institusi militer seharusnya menjadi teladan dalam integritas, bukan malah menjadi contoh buruk dalam tata kelola jabatan.

“Hari ini kita bicara anak jenderal. Besok bisa siapa saja. Jika sistem tidak dibenahi, maka negara kita bukan hanya gagal menjaga etika militer, tapi juga gagal menjaga kepercayaan rakyat,” ucapnya.

Leave A Reply

Exit mobile version