Koran Mandala – Di tengah kekhawatiran dunia terhadap sampah plastik dan limbah pertanian, seorang mahasiswa di Majalengka justru melihat peluang dari sesuatu yang kerap dianggap menjijikkan—kotoran domba. Ia menyulap limbah tersebut menjadi pot tanaman ramah lingkungan yang bisa langsung ditanam bersama bibitnya ke dalam tanah.
Adalah Permana Fajar Proklamasi, mahasiswa semester delapan dari Fakultas Pertanian, Program Studi Peternakan, Universitas Majalengka. Sejak akhir 2024, ia mulai merintis penelitian sederhana yang bisa berdampak besar terhadap lingkungan: membuat biopot dari kotoran domba.
TPST Batununggal Optimalkan Pengelolaan Sampah Jadi Kompos dan RDF
“Di tempat saya praktik, kotoran domba melimpah. Daripada dibuang atau dibiarkan menumpuk, saya bentuk jadi pot tanam yang sekaligus menyuburkan tanaman,” ujar Fajar saat ditemui di Saung Panungtung Farm, Kelurahan Cicurug, Kecamatan Majalengka, Senin, 26 Mei 2025.
Cara Kerja Biopot
Berbeda dari pot plastik biasa, biopot buatan Fajar tidak perlu dibuang atau dipindahkan. Cukup tanam langsung bersama potnya ke dalam tanah. Pot akan terurai secara alami sekaligus menjadi pupuk tambahan yang menyuburkan tanaman.
“Tujuannya agar tanaman tidak stres saat dipindah tanam, karena tidak perlu dicabut dari pot. Juga mengurangi sampah plastik karena tidak perlu polybag,” jelasnya.
Proses Pembuatan
Fajar menjelaskan, bahan dasarnya 100% dari feses domba. Kotoran yang baru dikeluarkan didiamkan selama satu bulan agar baunya hilang dan berubah menjadi kompos. Kemudian diambil bagian dasar dari tumpukan, dibentuk sesuai ukuran pot, lalu dijemur hingga kering.
“Kalau cuaca mendukung, dalam tiga hari bisa kering. Kalau mendung, butuh sekitar seminggu,” ujarnya.
Proses penelitian ini baru benar-benar dimatangkan dan diproduksi awal pekan lalu. Namun, idenya telah ia rancang sejak beberapa bulan lalu sebagai bagian dari laporan tugas akhirnya.
Menuju Solusi Pertanian Berkelanjutan
Inovasi Fajar menjadi angin segar di tengah isu perubahan iklim dan polusi plastik. Dengan pendekatan lokal dan bahan murah, ia membuktikan bahwa solusi besar bisa berawal dari ladang kecil.