KoranMandala.com – Wakca Balaka menyatakan keprihatinan sekaligus mengecam serangan digital yang dialami Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati yang patut diduga dilakukan oleh warganet.
Serangan terhadap akun media sosial aktivis demokrasi ini tidak bisa dilepaskan dari adanya unggahan pada akun-akun Instagram Pemerintah Provinsi Jawa Barat, masing-masing, Diskominfo Jabar, Sapa Warga, Humas Jabar, Jabar Saber Hoaks, dan Jabarprov.id pada Rabu, 16 Juli 2025.
Unggahan tersebut memuat ulang video Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (https://www.instagram.com/p/DMHB76ASIX5/) via akun pribadinya @dedimulyadi71 pada Selasa, 15 Juli 2025. Unggahan Dedi menjelaskan bahwa pihaknya tidak mengalihkan anggaran untuk media massa kepada pendengung. Ia menyinggung “Salam untuk mbak yang berkerudung” dalam isi videonya.
Aktivis 98 Kembali Berkumpul: Menjaga Silaturahmi, Menyalakan Alarm Demokrasi
Paparan Dedi Mulyadi itu terkesan membantah tudingan Neni bahwa ada pengalihan APBD untuk media, menjadi anggaran untuk pendengung. Faktanya, dari video Neni di TikTok, tak satupun adegan yang menyebut “Jawa Barat”, angka Rp47 miliar”, atau nama “Dedi Mulyadi”. Neni menegaskan ia membahas semua kepala daerah di Indonesia.
Namun, konten Gubernur Jawa Barat itu lalu dimodifikasi oleh akun-akun resmi Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan menyertakan foto wajah Neni tanpa izin darinya. Foto itu diduga diambil dari video unggahan Neni pada akun TikTok @neninurhayati36.
Setelah konten itu diunggah, Neni mendapat serangan hingga kekerasan berbasis gender online (KBGO) di akun Instagram @neni1783 dan akun TikToknya. Selain itu, Neni juga melaporkan adanya upaya peretasan terhadap akun-akun media sosialnya.
Hingga Kamis, 17 Juli 2025, Neni masih kesulitan mengakses akun TikTok-nya. Serangan digital terhadap aktivis demokrasi yang kritis menyikapi kebijakan kepala daerah merupakan bentuk pembungkaman kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Wakca Balaka menyoroti pencatutan foto pada unggahan Instagram instansi resmi Pemerintah Provinsi Jawa Barat seperti memberi ruang pada warganet yang pro terhadap Dedi Mulyadi untuk melakukan perundungan, ujaran kebencian dan pencemaran nama baik yang bersangkutan atau trolling. Tindakan ini pun terindikasi menyebabkan tindakan mengakses, mengubah, atau merusak akun bersangkutan tanpa izin ( tindakan cracking).
Tidak sepatutnya akun resmi pemerintah apalagi Dinas Komunikasi dan kehumasan memposting konten yang justru memperparah perundungan terhadap Neni dan mengabaikan prinsip-prinsip perlindungan data pribadi. Hal ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), Pasal 27 UU PDP; Pasal 66 UU PDP; Pasal 69 UU PDP; Pasal 70 UU PDP.
Wakca Balaka memandang tindakan yang dilakukan oleh keempat akun resmi Pemerintah Provinsi Jawa Barat tersebut telah mengkerdilkan prinsip-prinsip kebebasan berpendapat dan berekspresi warga.
Konstitusi negara Indonesia telah menegaskan melalui Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, serta Pasal 28F yang menjamin hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi guna mengembangkan sikap dan pendapat sesuai hati nurani.
Dalam perspektif hak asasi manusia, ini merupakan tindakan negara yang tidak melakukan perlindungan Hak kebebasan berekspresi dijamin dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2005, khususnya dalam Pasal 19. Kovenan ini mewajibkan negara-negara untuk menghormati hak setiap orang untuk memiliki pendapat tanpa intervensi dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan gagasan melalui media apa pun, tanpa batasan.
Indonesia, sebagai negara yang meratifikasi ICCPR, memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa hak kebebasan berekspresi dihormati dan dilindungi dalam hukum dan praktik nasional. mengingat negara menjamin kepada setiap warga negaranya untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Berdasarkan hal itu, Wakca Balaka menyatakan sikap:
Mengecam Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang menggunakan foto tanpa izin pada akun resmi badan publik sehingga mendorong terjadinya persekusi hingga kekerasan berbasis gender online pada aktivis demokrasi.
Meminta Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyatakan permohonan maaf secara terbuka kepada korban, Neni Nur Hayati.
Meminta Gubernur Jawa Barat, untuk mengevaluasi kinerja aparatur sipil negara di bawahnya, khususnya Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Barat yang alih-alih memberikan literasi media kepada publik malah membahayakan kebebasan berekspresi aktivis demokrasi.
Mendesak Gubernur Jawa Barat memberikan sanksi tegas kepada badan publik yang melakukan tindakan-tindakan di atas sejalan dengan UU Perlindungan Data Pribadi. Karena hal ini merupakan upaya penghalangan terhadap hak berekspresi yang melanggar hak asasi manusia (HAM).
Wakca Balaka adalah forum advokasi keterbukaan informasi yang mengedepankan penggunaan data dan dokumen untuk memperluas akses masyarakat terhadap kebijakan pemerintah atau badan publik. Forum ini beranggotakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandung, Kalyana Mandira, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Perkumpulan Inisiatif, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, serta individu-individu yang peduli dengan keterbukaan informasi, Teknologi Elektronik dan Perlindungan Data Pribadi.
