Koran Mandala – Setiap tanggal 27 Mei, Indonesia memperingati Hari Jamu Nasional sebagai bentuk apresiasi terhadap warisan budaya yang telah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat. Peringatan ini bukan sekadar simbolik, melainkan momentum untuk membangkitkan kembali semangat pelestarian jamu tradisional dan mendorong potensi ekonominya di tingkat nasional maupun global.
Sejarah Hari Jamu Nasional
Penetapan Hari Jamu Nasional dimulai pada tahun 2008 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tanggal ini dipilih sebagai bentuk penghormatan terhadap para peracik jamu yang telah berjasa melestarikan pengobatan tradisional berbasis bahan alami Nusantara. Jamu telah dikenal dan digunakan sejak zaman kerajaan kuno di Jawa, bahkan tercatat dalam prasasti dan relief candi.
Selama berabad-abad, jamu menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia, digunakan untuk menjaga kesehatan, kecantikan, hingga pemulihan stamina.
Budaya Minum Jamu Saat Ini
Di tengah modernisasi dan gaya hidup instan, budaya minum jamu masih bertahan, terutama di kalangan masyarakat pedesaan. Namun, di perkotaan, konsumsi jamu kini mulai bertransformasi. Berbagai inovasi dilakukan, seperti penyajian jamu dalam bentuk kapsul, minuman instan, hingga produk ready to drink yang menarik minat generasi muda.
Kampanye “Back to Nature” dan meningkatnya kesadaran akan pentingnya gaya hidup sehat turut mendorong kembalinya minat masyarakat terhadap jamu tradisional. Beberapa komunitas dan UMKM juga mulai menggelar pelatihan meracik jamu, membuka kedai jamu modern, hingga membuat konten edukatif di media sosial.
Potensi Industri Jamu dalam Menopang Ekonomi Nasional
Industri jamu di Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar. Menurut data Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perindustrian, sektor ini tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir. Diperkirakan, pasar jamu nasional mampu menyumbang triliunan rupiah terhadap PDB.
Pemerintah pun mendorong standardisasi produk jamu melalui sertifikasi BPOM dan pengembangan riset ilmiah untuk meningkatkan daya saing di pasar internasional. Jamu juga telah masuk dalam kategori fitofarmaka, yakni obat tradisional yang telah melalui uji klinis dan diakui secara medis.
Dengan dukungan teknologi, branding yang kuat, serta kolaborasi antara petani herbal, produsen jamu, dan pelaku UMKM, industri jamu diyakini mampu menjadi tulang punggung ekonomi berbasis budaya.
Hari Jamu Nasional bukan hanya peringatan tahunan, melainkan panggilan untuk merawat jati diri bangsa. Di balik rasa pahit jamu, tersimpan kekayaan lokal yang bernilai besar. Melalui pelestarian dan pengembangan jamu tradisional, Indonesia tidak hanya menjaga warisan leluhur, tetapi juga membuka peluang besar bagi kemajuan ekonomi berkelanjutan.