Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
ADA teman saya, biasa di grup diskusi Ngadu Bako, protes dan menuduh tulisan-tulisan saya belakangan ini terlalu menyudutkan Prabowo (dan Gibran).
Terkesan berpihak katanya. Padahal seorang wartawan harusnya netral tambahnya.
Sambil tersenyum saya menjawab tuduhan itu.
Pertama, kalian membaca tulisan saya hanya parsial saja. Padahal selama 2 tahun, mungkin lebih dari 300 judul saya menulis. Tentang banyak hal dan banyak orang.
Terkait 3 capres, ketiganya pernah saya tulis. Saya tulis Ganjar Pranowo terkait kasus Wadas yang menggambarkan kenaifan sang gubernur.
Soal Anies, saya tulis peristiwa ketika Anies membangkang dan tidak taat perintah presiden Jokowi. Anies nyelonong ikut wapres Yusuf Kala pergi ke Sulsel, padahal Jokowi melarang semua menteri meninggalkan Jakarta. Ketika itu ibukota sedang dilanda demo mahasiswa. Kasus lain yang katanya menyebabkan Anies ditendang dari kabinet adalah kelebihan bayar uang sertifikasi sebesar Rp.23 trilyun, itu juga saya tulis.
Mungkin benar belakangan saya lebih banyak menulis (menohok ?) soal Prabowo. Itu mungkin terjadi karena Prabowo belakangan lebih banyak naik panggung dan bermain sinetron. Dan peran itu membuahkan banyak tanggapan publik.
Misalnya soal food estate yang diangggap gagal. Publik ramai bicara dengan nada ngenyek, soal menanam singkong memanen jagung. Kalau tidak saya tulis, kan publik bertanya tanya. Selain itu tangan saya juga gatel gatel.
Terus soal beli pesawat bekas dari Katar. Katanya tahun 2009, itu pesawat akan dihibahkan (gratis tis tis) oleh AU Katar kepada Indonesia.
Tapi Menteri Pertahanan kita waktu itu (Yuwono Sudarsono) menolak karena khawatir biaya perawatannya akan menguras APBN.