Koran Mandala – Rencana IPO PERSIB Bandung pada 2026 yang disampaikan Boss Besar pangeran biru, Glenn Sugita, sesaat sebelum penyerahan piala pada Juara Liga 1 2024/2025, memantik harapan sekaligus tanda tanya di benak Bobotoh dan calon investor. Wajar saja, ini adalah langkah besar. Namun, ada baiknya kita menengok jejak PT Bali Bintang Sejahtera Tbk (BOLA), pengelola Bali United. Sebagai satu-satunya ‘kakak kelas’ klub sepak bola di Bursa Efek Indonesia (BEI), perjalanan saham Bali United (BOLA) menawarkan wawasan krusial.
Langkah Berani Bali United: IPO 2019
Mundur ke Juni 2019, Bali United mencatatkan namanya dalam sejarah pasar modal Asia Tenggara. Dengan optimisme tinggi, mereka melepas saham perdana ke publik di harga Rp 175 per lembar. Langkah ini bukan sekadar mencari dana segar – yang memang berhasil diraup ratusan miliar – tetapi juga sebuah deklarasi: klub sepak bola adalah industri serius yang bisa dikelola transparan dan profesional, layaknya perusahaan publik lainnya. Harapannya, publik bisa ikut memiliki dan merasakan denyut bisnis di balik gemerlap lapangan hijau.
PERSIB Bandung Rencanakan IPO Awal 2026, Bobotoh Siap Beli Saham
Dinamika Saham Bali United (BOLA) di Awal 2025
Namun, pasar saham punya logikanya sendiri. Memasuki periode awal 2025 (Januari-Mei), realitas menunjukkan tantangan. Harga saham BOLA terkoreksi cukup dalam, diperdagangkan konsisten di bawah Rp 100, jauh dari harga IPO-nya. Mengapa? Ini adalah cerminan kompleksitas bisnis bola. Laporan keuangan Kuartal I 2025 yang menunjukkan kerugian, tak pelak menjadi sentimen pemberat. Investor, yang kini tak hanya melihat skor akhir tapi juga bottom line, cenderung lebih berhati-hati.
Dinamika ini diperparah oleh sentimen pasar umum dan tentu saja, ekspektasi kinerja tim yang tak selalu sejalan dengan harapan. Ini adalah bukti nyata bahwa saham klub olahraga membawa volatilitas unik; ia dipengaruhi oleh angka-angka di laporan keuangan sekaligus oleh drama 90 menit di lapangan.
Pelajaran Untuk Bobotoh yang Berminat Menjadi Investor
Apa yang bisa kita petik dari perjalanan BOLA? Pertama, euforia saja tidak cukup. Membeli saham karena cinta pada klub itu wajar, tapi keputusan investasi harus didasari analisis rasional. Kedua, kinerja finansial adalah raja. Klub yang sehat secara keuangan punya fondasi lebih kuat untuk harga saham yang stabil. Ketiga, saham adalah maraton, bukan sprint. Fluktuasi adalah hal biasa; kesabaran dan pemahaman mendalam menjadi kunci.
Bagi Bobotoh, kisah Bali United adalah ‘buku panduan’ gratis yang sangat berharga. Memahaminya berarti mempersiapkan diri lebih baik, menjejak lantai bursa dengan ekspektasi realistis, dan siap mengarungi dinamika pasar modal yang tak kalah sengit dari persaingan di Liga 1. (FMA)