KORANMANDALA.COM –Setiap pagi, sebelum matahari sepenuhnya naik di langit Garut, langkah kaki Dede (31) sudah lebih dulu hadir di sepanjang Jalan Ciledug.
Di bahunya tersampir keranjang berisi cakue dan odading dua jenis kudapan sederhana yang sejak puluhan tahun lalu menjadi identitas keluarganya.
Sejak 1989, kedua orang tuanya menghidupi keluarga dengan berdagang makanan itu. Kini, tradisi itu diteruskan oleh Dede.
Dewa Bukan Lawan Yang Mudah, Bojan Hodak Ungkap Kesiapan Persib
Dalam setiap adonan cakue yang ia uleni, terselip harapan besar: menunaikan rukun Islam kelima. Sebuah impian yang ia rajut perlahan dari hasil rupiah demi rupiah yang ia sisihkan setiap hari.
“Bapak alhamdulillah sudah berangkat haji tahun 2025 kemarin,” tutur Dede, matanya berbinar mengenang momen itu. “Itu makin bikin saya semangat. Saya juga ingin menyusul.”
Dede sendiri telah dijadwalkan berangkat pada 2026. Administrasi ia lengkapi, biaya ia cicil dengan disiplin, fisik ia siapkan. Semua sudah ia pastikan matang. Namun takdir berkata lain.
“Saya dipanggil pihak travel, katanya ada kebijakan baru soal jadwal keberangkatan,” ucapnya pelan, seperti menahan kecewa yang tak ingin ia perlihatkan.
Saat menyampaikan kabar itu, Dede sempat terdiam lama. Ia mengaku sempat sulit menerima kenyataan bahwa keberangkatannya mundur menjadi tahun 2028.
“Bayangkan, Bu… betapa bahagianya saya waktu tahu berangkat tahun 2026. Semua sudah siap. Lalu datang kabar jadwal berubah. Jujur saja, hati saya sedih sekali,” katanya, suaranya parau.
Namun Dede tidak memilih marah. Tidak pula menyalahkan siapa pun. Dengan keyakinan penuh, ia berkata,
“Yang namanya haji itu kan panggilan Allah. Semua sudah diatur. Saya terima. Saya tetap yakin, suatu hari nanti saya pasti berangkat.” Katanya dengan teguh.
Meski demikian, Dede berharap pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan baru tersebut, terutama bagi calon jemaah yang sudah lebih dulu menuntaskan persiapan.
“Kenapa peraturan baru ini diterapkan sekarang? Kenapa tidak menunggu sampai 2027? Kami sudah menyiapkan semuanya dengan matang,” keluhnya lirih.
Harapan itu juga bukan hanya milik Dede. Ia mewakili suara banyak calon jemaah di Kabupaten Garut.
“Kami hanya berharap ada kabar baik. Semoga ada penambahan kuota, semoga jadwal bisa kembali seperti semula. Kami ingin berangkat, ingin menyempurnakan rukun Islam itu,” pungkasnya.
Di tengah riuhnya pusat kota Garut, Dede kembali melangkah, menawarkan cakue dan odading kepada pelanggan yang datang silih berganti.
Di balik senyum ramahnya, ia menyimpan keyakinan kokoh: bahwa setiap langkah kecil yang ia tempuh hari ini, suatu saat akan mengantarnya menuju Tanah Suci.
