KORANMANDALA.COM – Nama Bung Tomo selalu identik dengan peringatan Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November. Ia dikenal sebagai tokoh sentral dalam pertempuran Surabaya yang mengguncang dunia pada 1945.
Bung Tomo bukan hanya pemimpin, melainkan juga simbol keberanian rakyat Surabaya melawan penjajahan. Suaranya yang lantang dari corong radio menjadi pemantik semangat perjuangan rakyat.
Dilansir dari situs Perpustakaan Sekretariat Negara RI, Bung Tomo yang memiliki nama asli Sutomo, lahir di Surabaya pada 3 Oktober 1920 dari pasangan Kartawan Tjiptowidjojo dan Subastita.
Bung Tomo tumbuh dalam keluarga kelas menengah yang menjunjung tinggi pendidikan dan nilai kebangsaan. Lingkungan tersebut membentuk karakter idealis dan nasionalis sejak usia muda.
Sejak muda, Bung Tomo aktif dalam organisasi Kepanduan Bangsa Indonesia. Di usia 17 tahun, ia menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang meraih gelar Pandu Garuda.
Aktivitas kepanduan membentuk jiwa disiplin dan kepemimpinannya. Dari sanalah muncul semangat juang yang kelak mewarnai perjuangan rakyat Surabaya di masa revolusi.
Selain dikenal sebagai pejuang, Bung Tomo juga aktif di dunia jurnalisme. Ia memulai karier sebagai wartawan lepas Harian Soeara Oemoem di Surabaya pada tahun 1937.
Dua tahun kemudian, ia dipercaya menjadi redaktur Mingguan Pembela Rakyat. Saat masa pendudukan Jepang, ia bekerja di kantor berita Domei, bagian Bahasa Indonesia untuk Jawa Timur.
Setelah Indonesia merdeka, Bung Tomo menjabat Pemimpin Redaksi Kantor Berita Antara pada tahun 1945. Pekerjaannya di dunia media membuatnya terampil menyampaikan pesan kepada publik secara efektif.
Ketika pertempuran Surabaya pecah pada 10 November 1945, Bung Tomo tampil sebagai orator ulung. Melalui siaran radio, ia menyerukan perlawanan terhadap pasukan Inggris dan NICA yang hendak merebut kembali Indonesia.
Seruan ‘Allahu Akbar!’ yang berkali-kali diucapkannya membakar semangat rakyat.
Suaranya menjadi simbol keberanian dan keyakinan bahwa kemerdekaan harus dipertahankan hingga titik darah penghabisan.
Pasukan Inggris melancarkan serangan besar-besaran ke Surabaya pada hari itu. Namun, berkat dorongan moral dari Bung Tomo, rakyat terus berjuang meski kota hampir rata dengan tanah.
Perjuangan Bung Tomo dalam mempertahankan kemerdekaan membuatnya dikenang sebagai pahlawan sejati. Ia menjadi simbol keteguhan dan penggerak semangat juang rakyat Indonesia.
Bung Tomo wafat di Padang Arafah pada 7 Oktober 1981, saat menunaikan ibadah haji. Jenazahnya dimakamkan di Ngagel, Surabaya, Jawa Timur.
Atas jasa-jasanya, pemerintah menetapkan Bung Tomo sebagai Pahlawan Nasional. Keputusan itu menjadi bentuk penghargaan atas dedikasinya terhadap bangsa dan negara.
