Koran Mandala – Ketimpangan distribusi dana dari pemerintah pusat menjadi sorotan. Provinsi Jawa Barat, dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia mencapai lebih dari 50 juta jiwa, justru mendapatkan alokasi dana desa dan program Koperasi Merah Putih yang lebih kecil dibanding dua provinsi tetangganya, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Padahal, dari segi kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, Jawa Barat jauh mengungguli keduanya. Jawa Barat merupakan kontributor terbesar kedua terhadap PDB Indonesia, setelah DKI Jakarta, dan mengungguli Jawa Timur maupun Jawa Tengah secara signifikan.
Menjawab Ketimpangan Lewat Koperasi Merah Putih, Harapan dan Tantangan
Namun ironisnya, Jika skema asumsi distribusi dana ditetapkan untuk Rp 1,5 miliar per desa (Dana Desa) dan Rp 3 miliar per desa/kelurahan (Koperasi Merah Putih), Jawa Barat justru hanya mendapat total Rp 25,83 triliun. Angka ini lebih kecil dibanding Jawa Tengah yang mendapat Rp 37,4 triliun, dan Jawa Timur Rp 37,06 triliun. Selisihnya mencapai sekitar Rp 12 triiun.
Jumlah Desa Menjadi Alasan Diskriminatif?
Alokasi dana desa selama ini mengacu pada jumlah desa, bukan pada jumlah penduduk maupun kontribusi ekonomi. Jawa Barat memang memiliki jumlah desa lebih sedikit dibanding Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tapi pendekatan ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah adil mendistribusikan dana pembangunan hanya berdasarkan jumlah desa tanpa mempertimbangkan kepadatan penduduk dan kontribusi ekonomi suatu wilayah?
Jika dihitung per kepala, penduduk Jawa Barat justru mendapat porsi dana yang lebih kecil. Padahal, beban infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan kemiskinan di provinsi berpenduduk 50 juta jiwa ini jauh lebih kompleks.
Jumlah Kecamatan & Desa/Kelurahan
Untuk data kecamatan dan desa/kelurahan, berikut perkiraan dari beberapa sumber:
a. Jawa Barat (mid 2024)
Kecamatan: 627
Desa: 5.294
Kelurahan: 645
b. Jawa Tengah (2021 data dari BPS)
Kecamatan: 576
Total desa/kelurahan: 8.562 (7.809 desa + 753 kelurahan)
c. Jawa Timur (per 2023)
Kecamatan: 666
Desa/Kelurahan: 8.494
Dilihat dari perbandingan jumlqh penduduk, Jawa Barat diperkirakan sekitar 50 juta orang Jawa Timur 41 juta oran dan Jawa Tengah 34 juta orang. Jelas Jawa Barat jauh lebih banyak.
Kenapa Ini Tidak Masuk Akal?
1. Beban Kepadatan Terbesar
Jabar menanggung kepadatan 1 400 jiwa/km², tertinggi di Indonesia. Tetapi rumus Dana Desa hanya melihat jumlah desa, bukan jumlah penduduk.
2. Mesin Industri Nasional
Industri manufaktur, elektronik, otomotif, dan kreatif di koridor Bekasi-Karawang-Purwakarta—ikon “cikar buruh” nasional—berpijak di Jabar dan menopang rantai pasok ekspor‐impor negara. Itu pun karena kantor pusat dari kebanyakan industri di Jawa Barat ada di Jakarta maka hitungan kontribusi PDRB dan pajak justru masuk ke Jakarta.
3. Kontras Dana-per-Kepala
Jabar: Rp 510 ribu/orang
Jateng: Rp 996 ribu/orang
Jatim : Rp 895 ribu/orang
Artinya, setiap warga Jabar hanya menerima setengah “porsi fiskal” warga Jateng.
4. Risiko Ketimpangan Semakin Lebar
Tanpa koreksi formula, wilayah berpenduduk padat akan terus mengalami defisit layanan dasar, infrastruktur, dan lapangan kerja berkualitas—padahal mereka penggerak utama PDB.
Ketimpangan yang Harus Dibenahi
Ketidakadilan ini bukan sekadar soal angka, melainkan menyangkut keadilan fiskal dan pembangunan. Jawa Barat menjadi tumpuan industri nasional, pusat pendidikan, serta kantong buruh dan migrasi urban terbesar. Seharusnya, alokasi dana dari pusat juga mempertimbangkan beban dan kontribusi ekonomi, bukan hanya hitungan administratif jumlah desa.
Pemerintah pusat perlu meninjau kembali formula distribusi dana publik, agar tidak menambah jurang ketimpangan antarwilayah. Jika tidak, ketimpangan ini bukan hanya memicu rasa ketidakadilan, tapi juga dapat menghambat upaya pemerataan pembangunan nasional.