Koran Mandala – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) 2019-2024, Nadiem Makarim, menggunakan platform podcast Deddy Corbuzier untuk memberikan klarifikasi mendetail mengenai proyek pengadaan laptop Chromebook yang menjadi perhatian publik. Dalam diskusi tersebut, Nadiem memaparkan sejumlah data dan latar belakang kebijakan untuk menjawab isu yang beredar.
Klarifikasi Anggaran dan Skala Proyek
Salah satu poin pertama yang dibahas adalah mengenai anggaran. Nadiem menjelaskan bahwa angka pagu anggaran sebesar 9,9 triliun rupiah yang disebutkan bukanlah dana khusus untuk laptop Chromebook.
Menurutnya, angka tersebut merupakan total anggaran untuk pengadaan beragam perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), yang mencakup proyektor, router Wi-Fi, dan konektor. Pengadaan ini direncanakan untuk periode empat tahun (dimulai sejak 2020) dan ditujukan untuk 77.000 sekolah di seluruh Indonesia.
Ia juga meluruskan informasi mengenai harga satuan perangkat. “Harga rata-rata per unit laptop Chromebook adalah sekitar 6 juta rupiah,” ujar Nadiem, membantah pemberitaan yang menyebut angka 10 juta rupiah.
Dasar Pemilihan Teknologi Chromebook
Nadiem memaparkan beberapa alasan utama mengapa teknologi Chromebook dipilih oleh kementerian untuk program digitalisasi sekolah.
Efisiensi Anggaran dan Keamanan
Nadiem menyatakan bahwa Chromebook secara signifikan lebih efisien dari segi biaya karena sistem operasinya (ChromeOS) gratis. Hal ini menghemat potensi biaya lisensi yang menurutnya bisa mencapai 1,5 hingga 2 juta rupiah per unit jika menggunakan sistem operasi lain.
Selain itu, aspek keamanan menjadi pertimbangan krusial. Sistem Chromebook memungkinkan adanya kontrol terpusat yang dapat membatasi akses siswa ke situs-situs negatif seperti pornografi dan judi online, serta aplikasi game yang tidak relevan dengan pembelajaran.
Standar Global dan Integrasi
Ia menjelaskan bahwa Chromebook bukanlah teknologi baru dalam dunia pendidikan dan telah menjadi standar di banyak negara, termasuk Meksiko, Brazil, dan negara-negara di Eropa. Pemilihan ini bertujuan untuk menyelaraskan teknologi pendidikan di Indonesia dengan standar global. Faktor integrasi dengan ekosistem Android, yang sudah familiar digunakan oleh mayoritas guru di Indonesia, juga menjadi pertimbangan untuk memudahkan adopsi.
Berikutnya: Data Penggunaan dan Kondisi di Lapangan






