Close Menu
    Rabu, 14 Mei 2025 5:17
    YouTube Instagram TikTok Facebook
    Koran MandalaKoran Mandala
    • Home
    • Jabar Istimewa
    • Peristiwa
      • Daerah
      • Opini
      • Bunga Rampai Seorang Jurnalis
      • Video
    • Politik
      • Majalah Digital
    • Ekonomi
      • Bank BJB
      • PLN
    • Edukasi
    • Hukum
    • Hiburan
    • Tekno
    • Sport
    Koran MandalaKoran Mandala
    Home»Opini

    Djiauw Kie Siong Dilupakan, Jangan

    Satu-satunya yang babah Djiauw terima adalah selembar surat penghargaan dari Panglima Kodam Siliwangi, Mayor Jendral Ibrahim Adjie tahun 1961.
    Senin, 12 Agu 2024 6:01 WIB
    Facebook Twitter WhatsApp Tumblr Pinterest Copy Link
    Djiauw Kie Siong
    Djiauw Kie Siong

    Oleh : Dedi Asikin

    SEKECIL apapun kebaikan orang jangan pernah dilupakan. Mereka harus dihargai dan dihormati.

    Agama Islam mengajarkan hal demikian.  Rasanya juga agama lain begitu.

    Bagi seorang Djiauw Kie Siong, mungkin merasa yang dilakukannya sepele. Cuma memberi izin rumahnya dipergunakan orang untuk istirahat.

    Tapi bagi kita,  itu bukan sepele. Pertama, tamunya datang ujug-ujug, boro-boro diundang.  Jumlahnya seabreg-abreg.

    Bagi kita, itu peran besar. Dari rumah di kampung Bojong Rengasdengklok itulah diperdebatkan, dimatangkan dan diputuskan proklamasi kemerdekaan bagi sebuah bangsa besar (waktu itu penduduknya 50 juta), yang telah berjuang selama puluhan bahkan ratusan tahun.

    Djiauw Kie Siong bukan pribumi.  Bukan keturunan orang nusantara.

    Maaf, setidaknya bagi dia, tidak usah kita sebut dia orang China.

    Katanya mereka tidak begitu suka dipanggil China.  Enaknya dipanggil Tionghoa, negaranya Tiongkok. Itu bahasa China dialek Hokian.

    Karena merasa apa yang dia lakukan adalah hal sepele, Djiauw tidak pernah menuntut apa apa. Kepada 9 anaknya dia juga berpesan agar tidak mengharap dan meminta apa-apa.

    Dia cuma berpesan, rumah jangan dikosongkan, harus ada yang menunggui.

    Semua orang atau tamu yang datang, layani dengan baik.

    Dan karena tidak pernah ada permintaan apa-apa, karena itukah  negara dan bangsa ini lupa menghargainya ?

    Satu-satunya yang babah Djiauw terima adalah selembar surat penghargaan dari Panglima Kodam Siliwangi, Mayor Jendral Ibrahim Adjie tahun 1961. Dan surat itu masih tergantung di sebuah ruangan di rumah itu.  Pemerintah baru menetapkan rumah tempat penculikan itu sebagai cagar budaya dan destinasi wisata sejarah.  Belum dipugar sama sekali. Hampir 100 % utuh seperti adanya waktu perisitiwa terjadi 16 Agustus 1945.

    Yang sudah dipugar baru makam Djiauw yang wafat tahun 1964. Itupun bukan oleh pemerintah, melainkan oleh Majlis Agama Konghucu Indonesia (MAKIN).

    Ketua MAKIN, Budi S Tanuwibowo, mengaku Djiauw Kie Siong telah melintasi sekat agama, entitas dan budaya. Dia itu  rela berkorban untuk orang banyak.  Dan sikap itu relevan dengan ajaran agama Konghucu.  Maka itu, kata Budi, MAKIN berinisiatif memugar makam almarhum.

    Djiauw Kim Moy, seorang cucu yang menunggui rumah sejarah itu, menuturkan kepada majalah Tempo 2  tahun lalu.

    Katanya, kakeknya (Djiauw Kie Siong), lahir tahun 1880 di kampung Pisangnambo kecamatan Tirtajaya  kabupaten Karawang. Tahun 1920 pindah ke kampung Bojong Kecamatan Rengasdengklok.

    Dia memiliki lahan 2 hektar persis di pinggir kali Citarum yang menjadi perbatasan kabupaten Karawang dengan kabupaten Bekasi. Djiauw hidup sebagai petani sayuran seperti ketimun, cabe, kacang dan sebangsa sayuran lainnya.

    Tahun 1950 sungai Citarum banjir besar dan terjadi abrasi yang  mengancam keamanan rumah. Karena itu dibantu seluruh warga sekitar  digeser (dipindah) 150 meter dari tempat asli.

    Tapi semuanya persis seperti waktu dipergunakan bung Karno dan bung Hatta.

    Bentuk bangunan, keadaan di dalam seperi kamar, kursi dan meja semua persis. Juga bangku kayu di depan rumah.

    Menurut Kim Moy, yang mengaku sebagai ibu Yanto, Djiauw Kie Siong wafat tahun 1964 dalam usia 84 tahun karena penyakit paru paru.

    Kalau kita mau merenungi peran Djiauw Kie Sing itu bukan sepele.

    Rumah itu nyaris menjadi gedung/rumah proklamasi.

    Seperti ditulis wartawan senior Mahbub Djunaedi (kompas 16 Agustus 1978),  berdasarkan penuturan Cudanco Singgih (1975), jika Wikana dan Soebadio tidak datang dan bersepakat dengan bung Karno dan bung Hatta, proklamasi akan dilakukan di rumah Djiauw itu. Naskahnya sudah disusun.  Dan tanggal 17 Agustus bung Karno dan bung Hatta akan ditodong untuk membacakan proklamasi itu.

    Jika seperti perasaan Djiauw Kie Siong peran dia sepele, secara fisik mungkin benar.  Tetap dari aspek momentum, sejarah dan psikologis, peran itu sangat krusial. Menentukan kemerdekaan sebuah bangsa besar ke 4 dunia.

    Maka itu yang terbaik Djiauw Kie Sing itu, dilupakan jangan.

    Jadilah kita bangsa yang bermartabat dan beradab. Pandai menghargai dan menghormati kebaikan orang, sekecil apapun.- ***

     

    Bung Hatta rumah sejarah
    Dedi Asikin
    • Website
    • Facebook

    Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial

    BERITA LAINNYA

    Ilustrasi Penegakkan Hukum

    Ultimum Remedium

    Daddy Rohanady, Anggota Komisi IV DPRD Jawa Barat

    Keajaiban PPDB Cuci Raport Hingga Pemalsuan Prestasi?

    Ilustrasi Perjalanan Seorang Muslim

    Cinta sebagai Inti Agama

    Gubernur Jawa Barat, Dedi MulyadiBerpakaian Serba Putih

    Gubernur Konten

    Direktur Strategic Partnership & International Office Tel-U, Lia Yuldinawati, S.T., M.M., Ph.D

    Lia Yuldinawati: Inspirasi Perempuan Indonesia di Panggung Teknologi Asia

    Gibran Rakabuming Raka

    Mas Gibran, Riwayatmu Ini…

    Add A Comment

    Comments are closed.

    BERITA TERBARU

    PT LIB Geser Jadwal Pekan Terakhir BRI Liga 1, Ini Tanggal Terbarunya!

    Beberapa Pemain Inti Absen, Begini Tanggapan Bojan Hodak

    Komdis PSSI Jatuhkan Sanksi Berat: PSM, PSS, dan Persis Jadi Sorotan

    Pertumbuhan Ekonomi Jabar Q1-2025 Kalah Cepat dari Banten, DIY, dan Jatim

    Menjadi Musim Terakhirnya, Bojan Hodak Pastikan Akan Beri Menit Bermain Bagi Igbonefo

    Bupati Garut Berduka: 13 Tewas Ledakan Amunisi, Identifikasi Jadi Kendala

    Jelang Kongres 2025: PDIP Banjar Solid Dukung Megawati Jadi Ketum Lagi

    Ngalaksa Rancakalong 2025: Lestarikan Tradisi, Dongkrak Wisata Budaya Sumedang

    Tersulut Emosi Oleh Ulah Murilo Mendes, Henhen Herdiana : Itu Reaksi Spontan Yang Tak Patut Dicontoh

    Gubernur Jabar Dedi Mulyadi Kunjungi Korban Ledakan Amunisi di Garut

    LIHAT SELENGKAPNYA

    PT MANDALA DIGITAL MEDIA
    Jl. Waluh No 12, Malabar,
    Kecamatan Lengkong,
    Kota Bandung, Indonesia

    bisniskoranmandala@gmail.com

    KANAL BERITA

    • Peristiwa
    • Politik
    • Ekonomi
    • Hukum
    • Edukasi
    • Tekno
    • Sport
    • Hiburan
    • Opini
    • Indeks

    MANDALA MEDIA NETWORK

    • Kuningan
    • Garut
    • Karawang
    • Bogor
    • Sukabumi
    • Tasikmalaya
    • Ciamis

    LINK HALAMAN

    • Tim Redaksi
    • Pedoman Media Cyber
    • Kebijakan Privasi
    • Tentang Kami

    SOSIAL MEDIA

    YouTube Facebook Instagram TikTok

    Copyright @2025 KoranMandala.com
    All right reserved

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.