Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
BELUM juga ada kata sepakat. Adu syaraf dan otak masih alot di Senayan. Bahkan katanya sarat minimal 25 orang (dari 2 fraksi), sebagai pengusul pun belum terkumpul. Bagai bus gurem, belum berangkat, menunggu muatan full. Kalau dipaksa bisa tekor buat stor.
Di kubu 01, kata Lulu Hamidah (PKB), baru ada 8 orang. Di PDIP baru ada 1. Padahal usul hak angket itu datang dari Ganjar Pranowo capres 03.
Ganjar mengaku bukan tak siap kalah tapi dugaan kecurangan yang kian masif harus dibongkar. Kalau memang terbukti, harus ada perubahan dan perubahan sistim (pemilu) ke depan.
Cawapres Ganjar, Prof Mahfud MD mengaku bahwa sulit membatalkan hasil pemilu yang bentar lagi diumumkan KPU.
Ruang gugat hanya Bawaslu, DKPP dan MK. Ketiga lembaga itu sedang minim kepercayaan publik. Mereka dituding culas, maka kehilangan trust. Bawaslu banyak membiarkan laporan. Sekalinyapun berbuat, putusanya tidak memuaskan. Lebih condong ke kiri atau ke kanan. Tidak tegak lurus pada kebenaran dan keadilan. DKPP pun demikian halnya, tidak tegas. Sudah jelas jelas KPU banyak salah, dan melakukan kebohongan, hukumanya cuma peringatan keras terakhir. Bodornya itu DKPP, masa terakhir diulang ulang ?
Ke MK ? Bukan persoalan gampang.
MK pasti menuntut pembuktian yang TSM (Terstruktur, Sistemik dan Masif). Harus bawa berapa trailer barang bukti dari 50% wilayah provinzi ? Lagian di sana juga masih ada uncle Usman. Bisa saja dia kembali berbuat curang, memenangkan kepentingan keponakan. Mustahal yang bukan mustahil.
Bingung jadinya. Mencoba jalan lain ke Roma. Lewat Rancabuaya, lagi banjir laut (rob).
Ditubuh PDIP sendiri upaya yang konstitusional itu, tak dapat dukungan bulat. Trimedya Panjaitan terkesan “mupuas” kepada Ganjar yang hampir pasti kalah. Trimedia memang sejak awal (sebelum ada keputusan bu Ketum), tak mendukung. Bahkan terkesan merundung.
Dia menyebut Ganjar kemlinti. Itu istilah bahasa Jawa (artinya congkak). Jangan kaget, batak yang satu itu ngerti istilah Jawa, wong istrinya orang jawa. Dia belajar bahasa Jawa dalam “slimut bergoyang”. Dia mau membangun dinasti pejabat rupanya, peranakan Jawa Batak. Tampaknya Tri yang media, lebih mendukung Puan Maharani waktu itu.