Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengaman dan Aktivis Sosial)
BAHWA ada banyak orang menganggap supersemar (Surat Perintah 11 Maret) itu sebagai sebuah kudeta terselebung sulit dibantah. Kenyataanya memang demikian. Bung Karno sejak semar yang super itu tidak pernah lagi mencicipi kekuasaan. Dia diasingkan dan seolah dibiarkan mati pelan pelan, digerogoti penyakit yang bersarang di tubuhnya.
Yang muncul setelah founding father itu ngemasi pati adalah pertanyaan tentang keberadaan, isi dan otentikasi surat perintah itu sendiri.
Terhadap arsip yang berada di lembaga arsif republik Indonesia (ANRI), laboratorium forensik Mabes Polri, yang memelototi 3 lembar Surat itu menyatakan bahwa semuanya itu bukan asli.
Lalu kemana selembar kertas asli yang dibuat dan ditanda tangani presiden Soekarno ? Masa iya jadi bungkus kacang ?
Itu teh dokumen negara coy, masa dibuat layang layang ?
Maka selain dugaan kudeta berbingkai itu wajar pula jika timbul dugaan telah terjadi manipulasi atas subtansi sprin itu.
Misalnya soal pembubaran PKI dan penangkapan sejumlah menteri, Eros Djarot dalam bukunya “Misteri Supersemar” menulis pengakuan pengetik surat perintah itu.
Namanya Ali Ebran. Dia adalah asisten Komandan Cakrabirawa Brigjen Sabur.
Sebelum ditangkap (1967) dan ditahan 12 tahun tanpa peradilan ia mengaku masih ingat point point surat itu. Surat itu diketik dengan lembaran 3 karbon (rangkap 4).
Tidak ada diktum yang menyebut pembubaran PKI dan penangkapan menteri.