Oleh: Widi Garibaldi
Namanya Robert Klitgaard. Ia seorang akademisi Amerika. Mantan Presiden Universitas Pascasarjana Claremont, AS. Kemudian, sebagai seorang konsultan, jasanya banyak diminta dan digunakan di negara-negara berkembang. Termasuk negara kita, Indonesia.
Negara-negara yang meminta jasanya untuk menemukan kunci pemberantasan korupsi, puluhan tahun merasa kebingungan bagaimana cara memberantas penyakit yang mengakibatkan rakyat menjadi sekarat itu.
Seperti halnya Indonesia, yang sudah lebih dari 80 tahun merdeka, sampai kini masih terus mencari-cari dimana gerangan sang kunci berada.
Karena tak menemukannya, perbuatan durjana itu dianggap dan diterima sebagai perbuatan yang wajar, perbuatan yang seharusnya dilakukan, manakala ada kesempatan.
Kunci yang diperkenalkan dan diberikan oleh Klitgaard, ternyata sederhana saja. Tak banyak liku-likunya. Korupsi (C) itu pasti akan terjadi manakala M + D – A.
Maksudnya, korupsi akan muncul kalau kekuasaan yang dimiliki penguasa, digunakan tanpa tanggung jawab. Artinya, sang Pejabat menggunakan kekuasaannya bukan untuk mensejahterakan rakyat, tetapi demi diri sendiri dan keluarganya. Ia punya niat jahat, amanat rakyat dimanfaatkan untuk diri sendiri bukan untuk kemaslahatan yang memberi.
Bersih – bersih
Dengan menggunakan “kunci” Klitgaard itu, kita bakal mengetahui betapa merajalelanya korupsi yang terjadi di suatu negara, seperti Indonesia. Presiden Prabowo mengambil contoh apa yang terjadi di banyak BUMN. Sudah merugi tapi Direksinya tetap dapat tantiem dan bonus.
Menurut hitung-hitungan Presiden, aset negara yang dikelola BUMN itu sedikitnya US $ 1.000 miliar. Kalau di rupiahkan, paling tidak Rp16.679 triliun. Jadi, sesuai perhitungan “normal” menurut Presiden BUMN-BUMN itu seharusnya dapat menyumbangkan deviden atau keuntungan 10 % dari aset yang dimilikinya per tahun.
Itu berarti US $100 miliar dollar per tahun. Kalau di rupiahkan, wah jumlahnya luar biasa. Lebih dari 1.600 triliun.Sekitar separuh dari APBN kita Angka-angka itu baru yang terlihat di BUMN.
Yang pasti, uang itu tak pernah mengisi kas negara. Beberapa dari Direksi BUMN itu kini dimintai pertanggungjawabannya, kendatipun belum juga sampai ke depan Meja Hijau seperti Pertamina. Selebihnya oleh Prabowo yang Presiden RI ke 8 itu diberi waktu 2 sampai 3 tahun untuk “bersih-bersih”. Mantan Jenderal pasukan khusus itu sungguh “baik hati”. Mereka, para Koruptor itu justru diberi “toleransi” untuk leluasa menggerogoti uang rakyat, 2 hingga 3 tahun lagi.
Rupanya, Prabowo baru akan menyalakan lampu merah sebagai tanda perang melawan korupsi setahun sebelum Pilpres 2029. Sampai di sini, kunci yang diberikan Klitgaard sungguh tak bermanfaat. Ternyata hanya dijadikan “hiasan” belaka.
Malangnya nasib bangsa ini !***






