Oleh : Widi Garibaldi
Namanya keren. Immanuel Ebenezer Gerungan. Sering dipanggil Noel. Sapaan itu tentu saja hanya dilontarkan oleh mereka yang merasa akrab. Teman-teman lamanya, sesama Angkatan 98 ketika para mahasiswa mempertaruhkan jiwa raga untuk menggulingkan kekuasaan Soeharto yang dinilai semena-mena.
Sebagai seorang pemimpin negara seperti Indonesia yang penuh aneka ragam masalah pelik,umurnya dapat dikatakan relatif masih muda. Lahir di Riau tanggal 22 Juli 1975. Jadi, sebulan yang lalu, usianya setengah abad.
Bermodalkan predikat “Pejuang Angkatan 98”, pemuda lulusan Universitas Satya Negara Indonesia, jurusan Ilmu Sosial tahun 2004 itu didapuk menjadi Ketua Relawan Jokowi Mania (JoMan) yang mendukung Jokowi dan Ma’aruf Amin pada saat Pilpres 2019. “Hasilnya” ia ditunjuk sebagai Komisaris Utama PT Mega Eltra, anak usaha BUMN.
Mungkin sama dengan pandangan Harold D.Lasswell, baginya politik itu tak lebih dari “siapa mendapat apa,bagaimana dan kapan” sehingga ia semula dengan enteng berpihak dan mendukung Ganjar Pranowo/Prof.Mahfud MD pada Pilpres 2024.
Melihat gelagat bahwa pasangan ini akan kalah,Noel yang berkaca mata tebal itu segera ambil ancang-ancang untuk menjadi pendukung Prabowo dan Gibran. Agar lebih afdol, ia sekalian bergabung dengn partai Gerinda yang diketuai Prabowo Subianto itu.
Tanpa melalui test apapun, ia menjadi kader partai yang kemudian memegang kendali pemerintahan. Setelah itu jalan tol pun terbentang lurus di depannya.
Prabowo yang jenderal pasukan khusus itu berhasil menjadi Presiden melalui Pilpres 2024 setelah berulangkali berjuang mencobanya.Diakuinya sendiri bahwa Jokowi yang Presiden RI sebelumnya, berperan besar menentukan kemenangannya.
Bagi Jokowi sendiri, tentu tak ada “makan siang gratis”. Setelah berhasil menukangi Konstitusi atas bantuan adik iparnya, Anwar Usman, yang waktu itu menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi,Jokowi menjadikan anaknya sebagai pendamping Prabowo.
Akhirnya, jadilah Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden RI. Seandainya pada suatu waktu nanti Prabowo berhalangan tetap sebagai Presiden, “anak seumur jagung” itupun akan menjadi kepala negara dan kepala pemerintahan dari suatu negara berpenduduk hampir 290 juta jiwa ini.
Sesal kemudian tak berguna
Presiden Prabowo kendati serdadu, ternyata berhati lembut.Ia tak pernah melupakan jasa orang lain. Ia berusaha membalasnya dengan memberikan jabatan-jabatan tertentu.Tak terkecuali kepada Noel. Ia ikut ketiban “durian runtuh”.
Modalnya yang sering cuma “cuam caem” di TV, membawanya sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan dan dilantik Oktober tahun yang lalu. Sebagai Wamen, ia senantiasa berusaha “mengambil muka” terutama Presiden Prabowo.
Ia berusaha tampil sebagai seorang yang benar-benar anti korupsi.Pada suatu kesempatan ia berseru agar koruptor dihukum mati saja.Ancaman hukuman mati akan menggentarkan para koruptor,katanya meyakinkan.
Di balik ajakan-ajakan penuh tipu daya itu, diam-diam ia memanfaatkan kedudukan yang dihadiahkan kepadanya untuk melakukan pemerasan yang merupakan salah satu bentuk korupsi yang menjadi musuh utama negara.Dalam proses sertifikasi K3 ia memeras beberapa perusahaan.
Ia berhasil mengantongi milliaran rupiah. Kendaraan bermotor mewah miliknya, hasil korupsi disita petugas KPK. Ada motor Ducati Scrambler, ada pula Nissan GT-R R 35 edisi terbatas, Skyline edition.Harganya diperkirakan 5 miliar.Pajaknya saja tak kurang dari Rp40 juta setahun. Menariknya, mobil sport ini bernomor polisi Bandung ( D ). Tapi bodong.
Itulah Noel, mantan pengemudi Ojol yang berkat kasak kusuk akhirnya jadi Wakil Menteri. Ketika tangannya diborgol oleh petugas KPK, dengan menggunakan rompi oranye, ia tak kuasa menahan tangis. Sayang,nasi sudah jadi bubur. Sesal kemudian tak berguna. Harapannya memperoleh amnesti dari Presiden dijawab Prabowo dengan pemecatan sebagai Wakil Menteri.***
