Oleh:
Widi Garibaldi
Dengan pongahnya, Donald Trump, Presiden AS yang berasal dari Partai Republik itu menyatakan ke seluruh Dunia bahwa ia telah mencapai kesepakatan, dengan Presiden Prabowo via telepon.Kebijakan tarif resiprokal (timbal balik) sebesar 32 % yang diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap produk ekspor Indonesia, diturunkan menjadi 19 %. Sampai di sini, tentu saja kita harus mengacungkan jempol kepada para perunding di bidang ekonomi di bawah Menko Airlangga Hartarto yang bernegosiasi dengan para pengambil keputusan negara Adi Daya itu di Washington DC. Bukan main. Mereka berhasil menurunkan hingga 13 % ! Apalagi tarif 19 % itu sebenarnya masih lebih rendah 1 % dari tarif ekspor yang berhasil dinikmati Indonesia selama ini.
Lacur, ternyata tarif 19 % itu diperoleh dengan pengorbanan harga diri. Betapa tidak. Presiden AS itu dengan bangga mengumumkan bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk menghapus semua hambatan perdagangan baik tarif maupun non tarif bagi semua produk yang berasal dari negaranya. Itu berarti, semua barang yang diimpor dari AS, tak dikenakan pajak apa-apa, alias 0 %. Jadi 19 % berbanding 0 %. Tidak hanya sampai di sana. Kita juga diwajibkan untuk membeli komoditas energi dan produk pertanian dari AS. Kitapun harus membeli 50 unit pesawat Boeing 777 buatan negeri Paman Sam yang pabriknya sedang megap-megap itu.Dengan “menepuk dada” Trump menyatakan bahwa kesepakatan itu telah membuka seluruh pasar Indonesia untuk Amerika Serikat.Hal ini terjadi untuk pertama kalinya dalam sejarah, katanya bangga.
Transfer data pribadi ?
Di dalam kesepakatan dagang itu, tercantum pula kesanggupan Indonesia untuk memberikan kepastian tentang transfer data pribadi penduduk Indonesia ke luar wilayahnya khususnya Amerika Serikat. Banyak Pengamat merasa “tak habis pikir” mengenai sikap “menyerah” yang diperlihatkan oleh delegasi ekonomi Indonesia itu. Kendati kalangan pemerintah mempertahankan diri dengan pernyataan bahwa memenuhi permintaan Trump untuk mengakses data pribadi masyarakat Indonesia tidak berarti pelanggaran terhadap UU No.27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Tidak juga merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia, Begitu kata Menteri HAM.
Dengan pernyataan-pernyataan yang bernada membela diri itu,ternyata kekhawatiran antara lain tentang digunakannya data-data pribadi tadi untuk dimanfaatkan oleh pihak asing dalam hal ini AS untuk membangun produk dan layanan yang kemudian dijual kembali ke pasar Indonesia, tidak ditampik.
Tidak ada salahnya manakala kita kemudian senantiasa waspada terhadap jebakan negara-negara adi kuasa yang ingin mempraktikkan cara-cara kolonialisme modern. Akses ekspor dibayar mahal sehingga terjadi eksploatasi sember daya yang tidak terkendali di dalam negeri di samping terjadinya ketergantungan impor dari negara tertentu.
Akan halnya Data Pribadi, itu bukanlah milik Pemerintah. Karena itu tak bisa diobral untuk bangsa lain. Apalagi bukan untuk kemaslahatan pemiliknya