Oleh:
Widi Garibaldi
Organisasi berupa perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan, acap kali dijuluki “Mafia”. Organisasi kejahatan itu leluasa bergerak karena dibantu oleh orang dalam atau “Ordal”. Dulu, di awal abad ke-20an, di Chicago (AS) dikenal organisasi kejahatan Mafia yang amat ditakuti. Mafia yang dikepalai oleh Al Capone itu leluasa mengembangkan usaha terlarang seperti perjudian, prostitusi dan peredaran minuman keras. Penegak hukum tak berdaya, hingga Capone dengan Mafianya, tak ubahnya seperti “negara dalam negara”. Undang-undang yang dikeluarkan oleh negara tak dianggap. Ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan sendiri oleh Capone, yang tentu saja bertujuan untuk melancarkan operasi kejahatan, harus ditaati.
Peraktik Mafia ala Al Capone itu, sebenarnya, sudah lama dikenal di Tanah Air. Perbedaannya, kalau Al Capone dan anak buahnya senantiasa menggunakan senapan mesin, Mafia di Indonesia ternyata lebih canggih. Mereka cukup memanfaatkan lembaran dollar AS bergambar Benyamin Franklin atau dollar Singapura bergambar Presiden Yusof Ishak yang katanya berdarah Minangkabau itu.
Komisi Yudisial Supervisi Sengketa SMAN 1 Bandung, Cegah Intervensi Mafia Tanah
Mafia minyak hingga Mafia pengadilan
Tertangkapnya Zarof Ricar pensiunan pejabat tinggi Bidang Pengawasan di Mahkamah Agung baru-baru ini membuat para penegak hukum dari Kejaksaan Agung terperangah. Soalnya, para petugas menemukan gepokan uang dollar dan rupiah serta logam mulia di brandkas dan meja kerjanya. Zarof sendiri sampai lupa dari mana asal usul uang sebanyak Rp 920 miliar dan 51 kg emas yang ditemukan oleh para penyidik Kejaksaan Agung itu di rumahnya di Kawasan Senopati, Jakarta Selatan. Yang jelas, uang dan barang berharga itu berasal dari mereka yang mengurus perkara agar putusan-putusan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung berupa Kasasi dan PK dapat diatur oleh Zarof sesuai dengan kehendak pemesan. Bekerja sama dengan Pengacara yang mewakili Terdakwa atau Peng(Ter)gugat, Zarof sigap mengatur majelis yang akan mengadili perkara, dengan tujuan agar palu majelis seirama dengan kehendak yang menggunakan jasa baiknya. Dari jumlah hampir Rp 1 triliun yang berhasil disita dari rumahnya itu, dapat dipastikan bahwa Zarof Ricar sudah bertahun-tahun beraksi. Sebelum dan sesudah pensiun. Apakah ada Zarof lainnya yang mampu menukangi susunan Majelis Hakim ? Mungkin saja.Tetapi bagaimanapun, keberadaan mereka tergantung kejelian Penyidik untuk membuktikan.
Kalau di dunia peradilan, keberadaan Mafia itu sudah mulai terkuak dengan tertangkapnya Zarof Ricar, Mafia yang sejak lama bergelimang minyak, mulai tersingkap ketika Kejaksaan Agung menetapkan seorang bernama Riza Chalid dijadikan tersangka menyusul 9 orang yang ditahan karena korupsi tata kelola minyak mentah dan produk PT Pertamina periode 2018-2023.
Riza Chalid sejak lama dikenal sebagai tokoh di balik Petral,anak usaha Pertamina yang bertindak sebagai makelar dalam urusan ekspor-impor minyak ke Indonesia. Alhasil minyak yang berasal dari bumi Indonesia dibeli kembali dengan harga mahal dari Singapura yang dikenal sebagai negara yang tak punya kekayaan alam apapun. Keberadaannya sebagai “Cukong Minyak” mencuat kembali dalam perkara mantan Ketua DPR Setya Novanto yang baru-baru ini memperoleh hadiah berupa potongan hukuman 2 tahun 6 bulan dari Mahkamah Agung. Hubungan Setya Novanto dan Riza Chalid mengemuka dalam perkara “Papa minta Saham”.
Memang, korupsi di Pertamina sudah sejak lama terkuak berkat investigative reporting harian Indonesia Raya. Mochtar Lubis, wartawan panutan yang memimpin surat kabar itu, pada tahun 1970 membeberkan betapa korupsi sudah merajalela di perusahaan yang menjadi sapi perahan para pejabat. Ibnu Sutowo, Direktur perusahaan itu menurut penyelidikan Indonesia Raya terlibat korupsi yang mengakibatkan kerugian negara hingga US $1.554.590,28 Tak sampai di sini, Ibnu Sutowo juga terlibat dalam penjualan kapal tanker minyak yang sangat merugikan negara. Malangnya, Mochtar Lubis bukan memperoleh acungan jempol karena berhasil membongkar korupsi di perusahaan negara itu, tetapi justru bertahun tahun lamanya dijebloskan ke balik jeruji besi, tanpa proses pengadilan.
Selain Mafia di lingkungan Pengadilan dan Minyak, di pelupuk mata Mafia Tanah sejak lama leluasa pula mencaplok tanah dari pemiliknya yang sah. Tak mengherankan kalau kemudian muncul sertifikat ganda akibat kerja sama dengan “Ordal”.
Marajalelanya Mafia di Pengadilan,Minyak dan Tanah merupakan barometer sejauh mana keperdulian pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Kalau baru-baru ini, keberadaan Mafia di lingkungan Pengadilan dan Minyak mulai dibongkar oleh Kejaksaan Agung, mungkin itu pertanda bahwa Presiden Prabowo memang benar-benar berniat memberantas korupsi. Bukan sekedar retorika belaka.