Oleh: Widi Garibaldi
Tatkala Persib menjuarai Liga I Indonesia 2024/2025 yang ditandai dengan pengusungan trofi juara di stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) akhir Mei yang lalu,ribuan pecinta klub sepak bola milik Kota Kembang yang didirikan tanggal 15 Januari 1919 itu, berduyun duyun turun ke jalan. Ribuah bobotoh yang menyemut memadati fly over Mochtar Kusumaatmaja dan jalan-jalan protokoler di kota Bandung menjadi pertanda suka cita yang tak terkira,menyambut Persib yang juara.
QUO VADIS PEMBERANTASAN KORUPSI ?
Sambutan gegap gempita itu kini telah tiada. Bahkan lenyap dibawa angin lalu, kendati Tomtom, perusahaan navigasi asal Belanda, baru baru ini menobatkan kota Bandung sebagai juara. Bukan juara sepak bola tapi juara pertama sebagai kota termacet di Indonesia ! Tomtom tiba pada simpulan itu setelah memperhitungkan tingkat kemacetan suatu kota didasarkan faktor dinamis yang mempengaruhi arus lalu lintas. Telah diperhitungkan pula kondisi infrastruktur,aturan berlalu lintas dan lingkungan kota.Setelah memperhitungkan segala faktor, perusahaan navigasi Belanda itu meyatakan bahwa tingkat kemacetan di Kota Kembangini tak kurang dari 48 %. Artinya,untuk menempuh jarak 10 km, dibutuhkan waktu tak kurang dari 32 menit dan 37 detik.
Fakta bicara lain
Kalau saja Tomtom melakukan survey-nya di akhir minggu apalagi di “long week–end” yang sering di “ada-adakan”, hasil yang diperolehnya pasti akan berlainan. Mungkin sekali, untuk mencapai jarak 10 km dibutuhkan waktu paling tidak 120 menit. Soalnya, kota Bandung diserbu oleh ribuan kendaraan dari luar kota, terutama Jakarta. Dalam keadaan yang demikian, tidak ditemukan lagi ruang kosong di jalan raya. Macet totalpun, terjadi.
Menurut keterangan Walikota Bandung, kota ini memiliki tak kurang dari 2,3 juta kendaraan pribadi yang dimiliki oleh penduduk yang jumlahnya hanya sedikit lebih. Itu artinya, penduduk Bandung merasa perlu memiliki kendaraan pribadi karena mereka tak dapat mengharapkan ketersediaan transport umum. Nah, jumlah kendaraan pribadi yang sudah berjubel itu, di akhir minggu pasti akan lebihmenyesakkan suasana dengan serbuan ribuan kendaraan dari luar kota. Kemacetan totalpun pasti terjadi. Tak terelakkan.
Sampai disini, survey Tomtom itu dapat dianggap kurang tepat. Sekarang bagaimana mengatasi kemacetan yang terjadi ? Pamerintah,paling tidak dalam waktu dekat tentu tak akan mampu membangun jalan-jalan baru. Tak akan mempu menyiapkan transport umum yang nyaman. Kendati kereta api cepat, Whoosh yang menghubungkan Jakarta-Bandung pp mulai beroperasi sejak 17 Oktober 2023 yang lalu, serbuan kendaraan-kendaraan pribadi dari luar kota itu masih sulit dibendung. Begitu pula dengan akan mulai beroperasinya penerbangan Susi Air di bandara Husen Sastranegara yang akan menghubungkan Bandung dengan Ibu Kota,tak akan banyak berpengaruh karena pesawat propeller yang digunakan adalah pesawat-pesawat kecil.
Walakin, serbuan kendaraan-kendaraan pribadi dari luar kota itu harus diatur dengan baik agar wilayah gelar yang disandang oleh kota tercinta ini tidak semakin meluas. Dari kota paling macet se Indonesia menjadi termacet di Asia