Minggu, 21 September 2025 15:04

Oleh: Widi Garibaldi

 

“Tak ada hujan,tak ada panas”, 25 April yang lalu, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Keputusan. Berdasarkan Keputusan no.300.2.2-138 Tahun 2025 yang dikeluarkan pada tanggal 25 April 2025 itu, empat pulau yakni pulau Panjang,pulau Lipan,pulau Mangkir Gadang dan  Mangkir Ketek ditetapkan berada di bawah pemerintahan kabupaten Tapanuli Tengah dengan ibu kota Sibolga. Selama ini, ke-empat pulau yang berada di Samudra Indonesia (Hindia) itu merupakan wilayah Aceh Singkil, provinsi Aceh.

Ibarat membangunkan Singa tidur, Keputusan Mendagri Tito Karnavian itu menyentakkan ketenangan hidup yang selama ini sudah terbangun di wilayah Aceh.Pemerintah dan masyarakat Aceh protes. Demo mulai bermunculan dimana-mana. Kegaduhanpun tak lagi dapat dibendung.

AWAS……..ADA PREMAN

Di level internasionl, Indonesia dan Malaysia sejak lama telah bersiteru  mempersoalkan siapa sebenarnya yang benar-benar berdaulat di pulau Sipadan dan Ligitan yang terletak di selat Malaka. Persiteruan terjadi karena pemerintah kolonial Inggeris dan Belanda tidak pernah menentukan garis batas yang jelas, sehingga kedua negara penjajah itu meninggalkan bom waktu. Indonesia yang bertumpu pada perjanjian internasional yang antara lain menyebutkan bahwa wilayah jajahan Belanda yang dikuasai Inggeris dikembalikan lagi kepada Belanda. Mahkamah Internasional mengenyampingkan pendirian Indonesia itu dengan dasar putusan bahwa faktanya ke-2 pulau itu telah dikelola dengan baik oleh Malaysia dengan membangun infra struktur yang diperlukan.

Penyelesaian sengketa Sipadan-Ligitan membuktikan bahwa Indonesia lalai mengurus kesejahteraan penduduk ke-dua pulau,sehingga kedaulatan atas kedua pulau yang kaya dengan bahan tambang itu terpaksa diserahkan kepada negara jiran dan kemudian menjadi wilayah Sabah.

Memang, sebagai negara besar yang memiliki tak kurang dari 17.024 pulau, hakekat putusan Mahkamah Internasional itu sungguh bermakna. Percuma memiliki ribuah pulau manakala tidak dikelola dengan baik demi kesejahteraan masyarakat.Begitu pula dengan ke-4 pulau yang disengketakan. Ke-empat pilau ini  ditengarai kaya dengan sumber daya alam berupa minyak dan gas. Di bidang pariwisata, kehadiran pulau-pulau itu sungguh menggiurkan. Pemerintah dan masyarakat Aceh, menganggap Keputusan Mendagri itu mencederai keistimewaan provinsi Aceh dan semangat perdamaian yang dibangun di Aceh sejak Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki tahun 2005.MoU ini mengakhiri sengketa dengan munculnya hasrat mendirikan negara sendiri di luar RI.

Harus diakui bahwa Putusan Mendagri tadi sungguh sensitif. Masyarakat Aceh yang terkenal dengan daya juangnya itu, hanya bersenjata rencong, membuat penjajah Belanda yang diperlengkapi dengan bedil dan meriam, terpaksa bertekuk lutut. Aceh merupakan satu-satunya wilayah di Nusantara yang tak berhasil dijamah oleh penjajah Belanda. 

Semoga goresan sejarah dengan tinta emas itu tak dinodai oleh Keputusan seorang Menteri. Adalah bijaksana kalau kemudian sengketa wilayah di antara bangsa sendiri diambil alih oleh Presiden. Semoga ia segera mengeluarkan putusan yang arif lagi bijaksana

Comments are closed.

Exit mobile version