KORANMANDALA.COM – Diabetes merupakan penyakit mematikan nomor tiga di Indonesia setelah penyakit jantung dan stroke. Secara global, diabetes berada di peringkat kedelapan sebagai penyebab kematian, meskipun peringkatnya terus meningkat di beberapa negara.
Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula (glukosa) dalam darah karena tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin secara efektif.

Namun begitu, tidak seluruh masyarakat mengetahui mengenai penyakit tersebut. Salah seorang diantaranya Deni Sobarna (45) yang mengaku belum mengetahui jika diabetes masuk ke dalam daftar penyakit paling mematikan di Tanah Air.
“Tidak tahu. Tapi yang saya tahu, diabetes itu karena pola hidup, mengonsumsi makanan atau minuman yang gulanya berlebih utamanya gula putih,” ujar pria yang berprofesi sebagai sekuriti ini.
Berdasar data Dinas Kesehatan Kota Bandung, jumlah penderita diabetes sebanyak 43.761 jiwa pada 2021. Jumlah ini turun dari tahun sebelumnya atau 2020 yang berada di angka 43.761 jiwa.
Sedangkan data dari International Diabetes Federation (IDF) menunjukan jumlah penderita diabetes di Indonesia pada 2024 mencapai 20,4 juta jiwa. Hal ini menjadikan Indonesia negara dengan kasus diabetes terbesar kelima di dunia.
Sang Penyintas yang Memilih Menjalani Kehidupan seperti Biasa
Sebagai penderita diabetes, Zulfikar (48) terus menjaga pola hidup sehat dan mulai mengurangi minuman kemasan. Dia mengemukakan, penyakit yang dideritanya lantaran kesukaan dirinya terhadap minuman kemasan yang rasa manisnya bisa menyegarkan.
“Ya awalnya sempat tumbang dan dibawa ke IGD (Instalansi Gawat Darurat) rumah sakit. Pas diperiksa ternyata gula darah saya tinggi,” akunya.
Sosok yang bekerja di bidang komunikasi itu menyatakan diabetes yang diidapnya bukan karena keturunan, murni gaya hidup yang dijalaninya. Walaupun masih mengonsumsi minuman kemasan, Zul memilih yang less sugar atau kopi hitam tanpa gula untuk menemani bekerja.
“Sekarang udah di tahap menjalani hidup saja. Yang terpenting memperhatikan pola hidup dari yang awalnya kurang sehat menjadi lebih baik,” tukasnya.
Menurut Zul, sebagai penderita diabetes, kesehatannya tak akan kembali seperti normal lantaran ada organ yang sudah berkurang fungsinya. Oleh karena itu, dia memilih tak memikirkan dan melakukan pengobatan herbal agar fisiknya tetap terjaga dan penyakitnya tidak semakin parah.
“Dulu sempat suntik insulin sekali sehari. Sekarang sudah mulai mengurangi dan menggunakan pengobatan herbal. Kemudian menjalani hidup dengan bahagia bersama keluarga,” imbuhnya.
Walaupun dikenal sebagai mother of diseases atau ibu segala penyakit, sosialisasi mengenai diabetes oleh Pemerintah Kota Bandung khususnya Dinas Kesehatan masih minim. Hal itu pun tampak dari data jumlah penderita yang tidak mengalami pembaharuan (update).
Sosialisasi Minim dari Pemerintah Kota Bandung
Mengenai kurangnya sosialisasi terkait pencegahan penyakit diabetes diakui salah seorang warga Kota Bandung, Andri Sukma (40). Dia mengaku mengetahui soal penyakit itu dari media sosial atau lingkungan sekitarnya. Padahal, orangtuanya merupakan salah seorang penderita diabetes.
“Tidak ada (sosialisasi dari pemerintah). Ibu saya dulu penderita diabetes, sekarang beliau sudah tiada. Harusnya ada sosialisasi dari pemerintah agar masyarakat lebih aware,” ucapnya.
Mengenai program penanganan penyakit diabetes di Kota Bandung, Dinas Kesehatan enggan membeberkan lebih detail. Bahkan, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Sony Adam saat ditemui Koran Mandala, Rabu (5/11/2025), terkesan menghindar dan tidak mau berkomentar sama sekali.
DPRD Imbau Warga Jaga Pola Hidup Sehat, Minta Pemkot Masifkan Screening dan Edukasi
Sementara, anggota Komisi IV DPRD Kota Bandung, Agung Firmansyah Sumantri menilai Hari Diabetes Sedunia yang jatuh pada 14 November menjadi pengingat jika ada ancaman kesehatan yang tengah dihadapi masyarakat. Terlebih, diabetes bisa menyerang semua kelompok umur, baik yang berada di usia produktif, anak-anak, remaja, bahkan hingga usia tua.
“Tentunya ini pengingat untuk kita bersama bahwa pola makan, gaya hidup, aktivitas, stres, dan kebiasaan hidup menjadi faktor pemicu penyakit tersebut,” katanya, saat ditemui di Gedung DPRD Kota Bandung, Rabu (5/11).

DPRD, diutarakan politisi Partai Nasional Demokrat, mendukung upaya-upaya pencegahan penyakit tersebut. Namun Agung meminta kepada Pemkot Bandung memperluas program screening dan edukasi terkait diabetes kepada masyarakat.
“Masyarakat juga tidak boleh menunggu sampai sakit berat. Masyarakat juga harus sadar dengan penyakit tersebut. Jadi langkah kecil untuk konsisten ini jauh lebih efektif dibanding menunda, nanti akhirnya ada komplikasi,” terangnya.
Agung yang juga dokter spesialis penyakit dalam mengaku sering menyampaikan edukasi mengenai kesehatan kepada masyarakat termasuk diabetes. Dia pun mengimbau warga Kota Bandung untuk selalu menjaga pola hidup sehat.
“Untuk keluarga di Kota Bandung, tentunya lebih menjaga pola hidup yang sehat, terus cek kesehatan. Jangan menunda penyakitnya sampai terasa dulu, tapi sudah harus aware dari sekarang, dari awal, dari sejak dini,” pungkasnya.






