Sabtu, 27 September 2025 22:56

KoranMandala.comKota Bandung kian hari makin sesak oleh kemacetan. Jalan-jalan utama yang dulu jadi nadi pergerakan ekonomi, kini justru berubah jadi jebakan waktu dan bahan bakar.

Bukan hanya warga yang merasakan frustrasi, tapi para pengemudi transportasi publik mulai dari supir angkot hingga driver ojek online menjerit karena kerugian yang terus menumpuk.

Suara dari Jalanan: “Macet, bensin habis, dapur gak ngebul”

Bagus (34), driver ojek online, mengaku bahwa kemacetan di Bandung sudah jadi “penyakit harian” yang merusak pendapatan.

Lipsus : Pemkot Bandung Gagal Kendalikan Kemacetan, Jalan Tak Lagi Mampu Tampung Ledakan Kendaraan

“Ya ongkos gak seberapa, ibaratnya kalau macet, bensin habis, job cuma satu, ya udah. Gak narik, dapur gak ngebul. Kalau macet mempengaruhi segalanya, bikin yang tadinya sabar jadi gak sabar,” ujarnya dengan nada pasrah.

Bagi mereka, hujan, panas, hingga banjir hanyalah ujian tambahan. Intinya, macet membuat waktu terbuang dan penghasilan menipis.

Supir Angkot: “Hidup mati pun sama saja”

Rahmat, seorang supir angkot, bercerita lebih getir. Sepinya penumpang membuat angkot semakin ditinggalkan, sementara macet membuat roda ekonomi para supir benar-benar lumpuh.

“Kalau macet itu sangat merugikan. Penumpang susah, cari duitnya makin berat. Sekarang saingan luar biasa sama ojek online. Kalau bisa ya pemerintah turun tangan, atur lagi biar supir bisa tetap hidup,” katanya.

Ia menambahkan, kini banyak angkot yang sudah “kedaluwarsa” karena tidak mampu lagi bertahan. “Hidup mati pun sama saja. Hidup pun ya seperti itu lah, gak ada kehidupan,” ujarnya getir.

Organda: Angkot Pintar Masih Wacana

Ketua Organda Kota Bandung, Neneng Zurand, menegaskan bahwa program “Angkot Pintar” yang digadang Wali Kota Bandung Muhammad Farhan sejak dua bulan lalu hingga kini masih sebatas rencana.

“Baru ada sosialisasi sekali. Tindak lanjutnya belum ada lagi. Kalau memang ada angkot pintar, harus jelas dulu jumlah unit di tiap jalur, mekanismenya, dan bagaimana nasib supir angkot. Jangan hanya menambah unit tanpa memikirkan kesejahteraan mereka,” jelas Neneng.

Organda menilai pemerintah seharusnya lebih dulu menyusun regulasi soal transportasi publik secara komprehensif, bukan sekadar meluncurkan proyek coba-coba. Neneng menegaskan, Organda siap jadi jembatan antara pemerintah dengan pengusaha angkot, asalkan konsepnya jelas.

Pemerintah Kota Bandung Masih Diam

Sejauh ini, Pemkot Bandung melalui Dinas Perhubungan (Dishub) belum memberikan penjelasan rinci terkait teknis implementasi program angkot pintar.

Program yang digadang akan berbasis cashless dan ramah lingkungan itu masih berada di atas kertas.

Bagi para supir, waktu terus berjalan. Sementara mereka setiap hari harus bertahan di tengah kemacetan, sepinya penumpang, dan minimnya perhatian dari pemerintah.

Jalan Buntu atau Ada Harapan?

Kemacetan di Bandung bukan sekadar soal kendaraan menumpuk di jalan. Ini soal nasib ribuan supir angkot dan driver ojol yang menggantungkan hidup dari pergerakan kota.

Ketika kebijakan publik hanya berhenti di ruang rapat, para pekerja transportasi inilah yang jadi korban paling nyata. Pertanyaan besarnya: sampai kapan pemerintah Kota Bandung membiarkan macet jadi rutinitas, tanpa solusi yang berpihak pada mereka yang paling terdampak?

Koranmandala.com

Exit mobile version