KoranMandala.com –Bandung, Paris van Java, kota yang akrab dengan kafe estetik, gedung-gedung modern, dan kehidupan malam yang penuh gemerlap. Namun di balik kilauannya, terselip sisi gelap yang jarang tersorot publik.
Di sejumlah apartemen, praktik prostitusi online kini menjamur. Bukan lagi di lorong-lorong remang atau lokalisasi yang mudah dikenali, melainkan di ruang-ruang modern yang justru tampak aman dan terhormat.
Cerita itu datang dari Jelita, bukan nama sebenarnya. Perempuan muda ini sudah dua tahun menjajakan dirinya lewat sebuah aplikasi kencan.
Lipsus: Apartemen Bandung Jadi Sarang Prostitusi Online, Bisnis Gelap yang Kian Terang-Terangan
Dengan bermodal foto yang disamarkan dan deskripsi singkat, ia menawarkan layanan kepada calon klien. Semua dilakukan secara daring, lalu diselesaikan secara tatap muka di sebuah unit apartemen yang ia sebut sebagai tempat “paling aman” untuk bekerja.
“Selama dua tahun, saya tidak pernah sekalipun kena razia. Rasanya aman saja, karena semua transaksi lewat aplikasi. Klien tinggal datang ke apartemen, selesai,” ungkap Jelita.
Pengakuan itu seolah menegaskan bahwa apartemen di Bandung kini bukan hanya hunian, melainkan juga ruang transaksi tersembunyi. Di balik pintu yang tertutup rapat, aktivitas prostitusi berlangsung tanpa gangguan. Apartemen dianggap praktis, privat, dan sulit terpantau oleh aparat.
Namun ketika hal ini dikonfirmasi kepada pemerintah kota, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bandung menampik anggapan bahwa mereka menutup mata. Komandan Satpol PP, Bambang Sukardi, menegaskan pihaknya selalu konsisten menegakkan peraturan daerah, termasuk menindak praktik asusila.
“Kalau ada kegiatan asusila, kami langsung kenakan tipiring kepada pelakunya. Tidak ada toleransi,” tegas Bambang.
Ia menambahkan, penindakan seringkali berawal dari laporan masyarakat. “Kami tidak bisa bekerja sendiri. Informasi dari warga sangat penting untuk membantu kami melakukan tindakan di lapangan.”
Pernyataan itu jelas kontras dengan pengakuan para pelaku seperti Jelita. Dua tahun beroperasi, ia merasa tak pernah sekalipun tersentuh razia.
Aparat mengklaim bertindak, sementara pelaku merasa aman. Kontradiksi ini menimbulkan pertanyaan besar: sejauh mana sebenarnya pengawasan pemerintah berjalan?
Fenomena prostitusi online di apartemen Bandung bukan hanya soal moralitas. Kehadiran praktik ini kerap menimbulkan keresahan bagi penghuni lain.
Lalu-lalang orang asing yang keluar-masuk gedung menimbulkan rasa tidak nyaman. Selain itu, ada pula kekhawatiran meningkatnya tindak kriminalitas, dari penipuan, pencurian, hingga kekerasan.
Di sisi lain, mudahnya akses melalui aplikasi juga membuat generasi muda semakin rentan terjerumus.
Kini, publik dihadapkan pada kenyataan yang membingungkan. Di satu sisi, pemerintah kota mengklaim tegas dalam penindakan. Di sisi lain, para pelaku dengan leluasa menyebut apartemen sebagai zona aman untuk prostitusi online.
Pertanyaan pun menggantung di udara: apakah benar apartemen di Bandung telah berubah menjadi ruang yang melindungi praktik prostitusi, ataukah ada celah besar dalam penegakan hukum yang belum tersentuh?






