KORANMANDALA.COM – Upaya kriminilasisi melalui laporan yang menggunakan pasal karet terus bermunculan dalam masa kampanye Pilpres 2024. Koalisi Masyarakat Sipil menyebutnya sebagai iklim nuasa politis yang mencekam.
“Apa yang disampaikan Mas Julius Ibrani (Ketua PBHI), Gufron Mabruri (Imparsial), Usman Hamid (Amnesty Internasional Indonesia), Citra R (Direktur LBH Jakarta), M. Isnur (YLBHI), Dimas Bagus Arya (KontraS), Al Araf (Centra Initiative) dkk dari “Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan” ini memang benar, tidak hanya 100% tetapi bisa sampai 111% (kalau menggunakan Analogi salahsatu Capres dalam Debat kemarin)” demikian dikatakan Roy Suryo dalam komentarnya yang dikirim ke meja redaksi Koranmandala.com, Kamis 11 Januari 2024.
Menurut Roy, dengan menggunakan relasi kuasa para “Tukang Lapor” dari Paslon tertentu secara membabi-buta melaporkan siapa saja, bahkan Capres lawan, ke pihak terkait seperti Kepolisian, Bawaslu dan DKPP , dengan serta-merta pihak yg dilapori langsung “gercep” memprosesnya,
“Padahal dulu (katanya), Pemilu ini adalah pesta demokrasi yang riang gembira, santuy, kalau ada yg kritik di-joget-in saja, senyumin saja. Namun kenyataannya sangat berbalik 180°. Ironis. Kritik teknis yg terbukti benar (dan sudah dikoreksi pelaksanaannya sendiri oleh KPU-pun, misalnya jumlah microphone saat debat), malah dengan mudah di-stempel dgn “HoaX”, padahal Hoax-Hoax lain yg disampaikan dari pihak pelapor sebenarnya jauh lebih nyata dan masif, namun justru dianggap ‘fakta’.” kata Roy.
Misalnya, soal data kunjungan pariwisata yg salah, adanya “OrDal” dalam perusahaan di dalam Institusi yang saat debat tidak berani diakui (Padahal fakta-nya ada, namun dianggap itu adalah “Hal yg harus dirahasiakan” ?).
Roy menyebut, dalam Release sebelumnya per awal Januari 2024, tercatat terdapat 6 (enam) laporan polisi yang dilakukan oleh pendukung Paslon tertentu tersebut yg sangat tampak didukung oleh Pemerintah yg berkuasa.
Beberapa diantaranya adalah kasus kriminalisasi terhadap Aiman Wicaksono, lalu kasus pelaporan terhadap Ketua dan Anggota Bawaslu yang memutus bersalah pembagian susu di CFD, kasus pelaporan terhadap Bawaslu Batam dan Kepri terkait pencopotan baliho.
“Lalu, kasus pelaporan terhadap saya sendiri (Roy Suryo) dengan tuduhan ujaran kebencian padahal hal itu fakta dan Sudah dikoreksi oleh KPU” katanya.
Menurut Roy, sangat lucu karena para pelapor tidak memiliki legal standing (kedudukan hukum) yang tepat sebagai korban atau mengalami kerugian, namun tetap diproses oleh Aparat hingga naik status Penyidikan seperti Kasus Aiman.
Dari indikator pelapor, terlapor maupun materi yang dilaporkan jelas menimbulkan masalah obyektivitas dan independensi Aparat yang menerima dan memeriksa laporan.