KoranMandala.com – Kepolisian Daerah Jawa Barat mengungkap perkembangan terbaru kasus perdagangan bayi lintas negara yang melibatkan jaringan terorganisir.
Pengungkapan ini berawal dari laporan seorang warga Kecamatan Margahayu, Kabupaten Bandung, yang mencurigai adanya praktik adopsi ilegal.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol. Hendra Rochmawan, didampingi Dirreskrimum Kombes Pol. Surawan, menjelaskan bahwa laporan dari warga tersebut membuka tabir jaringan penjualan bayi yang sudah berlangsung sejak tahun 2023 dan melibatkan sedikitnya 25 bayi.
“Bayi-bayi ini direkrut sejak dalam kandungan oleh para pelaku. Setelah lahir, mereka diserahkan ke para penampung dengan nilai jual antara Rp10 juta hingga Rp16 juta per bayi,” kata Kombes Hendra dalam konferensi pers, Kamis (17/7/2025).
Menurutnya, para penampung tersebut adalah bagian dari rantai perdagangan yang terdiri atas agen perekrut, pengasuh, hingga pihak yang mengurus dokumen palsu. Bayi yang telah ‘dibeli’ kemudian dirawat terlebih dahulu, sebelum dikirim ke luar negeri untuk diadopsi secara ilegal.
Para pelaku diketahui memalsukan berbagai dokumen resmi, seperti surat keterangan lahir, kartu keluarga, akta kelahiran, hingga paspor. Proses pemalsuan dilakukan di Pontianak oleh tersangka berinisial AHA, yang juga bertugas mencarikan ‘orangtua kandung palsu’ untuk mencocokkan identitas bayi dengan dokumen yang dimanipulasi.
“Setiap bayi dipasangkan dengan identitas orang lain yang bersedia menjadi orangtua palsu dan menerima bayaran antara Rp5 juta hingga Rp6 juta,” ungkap Hendra.
Selama di Pontianak, bayi-bayi itu diasuh oleh sejumlah pengasuh yang dikendalikan tersangka AHA. Masing-masing pengasuh mendapat honor Rp2,5 juta per anak, sementara biaya perawatan tambahan diberikan sebesar Rp1 juta.
Setelah bayi berusia antara dua hingga tiga bulan—sesuai permintaan dari seorang tersangka utama berinisial L—mereka dipindahkan ke Jakarta lalu diterbangkan ke Singapura. Proses pemindahan bayi dilakukan oleh pengasuh yang juga berperan sebagai kurir.