Koran Mandala – Ratusan perwakilan pedagang pasar tradisional di Kota Bandung kembali mendatangi Kantor Inspektorat Kota Bandung di Jalan Aceh, Kamis 19 Juni 2025. Mereka menuntut penyelesaian sejumlah permasalahan yang dinilai menghambat keberlangsungan usaha pedagang dan berpotensi merugikan ekonomi lokal.
Koordinator Solidaritas Pedagang Pasar Kota Bandung, Iwan Suhermawan, menyampaikan dua persoalan besar yang menjadi keresahan para pedagang. Pertama, adalah mangkraknya pengelolaan Pasar Suci yang dinilai tidak kunjung tuntas sejak dibangun pada tahun 2017 menggunakan dana penyertaan modal pemerintah daerah sebesar lebih dari Rp30 miliar.
“Dari awal dibangun ada 514 pedagang, sekarang tinggal 200-an. Usaha mereka banyak yang mati. Penyertaan modal dari pemerintah malah membuat mereka makin menderita,” ujar Iwan.
Kinerja Perumda Pasar Bandung Disoal, Pedagang Desak Audit Transparan dan Menyeluruh
Menurut Iwan, penurunan jumlah pedagang terjadi karena lokasi pasar yang tidak kunjung difungsikan secara layak, padahal pembangunan pasar itu dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan pedagang. “Dana besar telah digelontorkan, tapi hasilnya justru memiskinkan pedagang,” tambahnya.
Persoalan kedua yang disoroti adalah keberadaan pedagang di tempat penampungan sementara yang awalnya direncanakan hanya digunakan selama delapan bulan. Namun hingga kini, para pedagang masih berada di sana setelah delapan tahun berlalu. Kondisi tempat penampungan tersebut dinilai sudah tidak layak dan membahayakan jiwa.
“Struktur bangunan rusak, instalasi listrik membahayakan, bahkan di lantai dua banyak bagian yang nyaris ambruk. Kalau sampai ada korban, siapa yang tanggung jawab?” tegas Iwan.
Para pedagang mendesak agar:
1. Aktivasi segera Pasar Suci, meskipun pembangunannya belum rampung 100 persen.
2. Pedagang lama (eksisting) diprioritaskan untuk kembali berdagang di lokasi.
3. Harga sewa kios dibicarakan secara terbuka antara pedagang dan Perumda agar sesuai dengan kemampuan pedagang.
4. Pedagang menuntut kompensasi kerugian, baik materiil maupun immateriil, atas keterlambatan selama delapan tahun.
“Kami datang ke Inspektorat untuk menanyakan tindak lanjut dari pengaduan kami sebelumnya. Jangan sampai Inspektorat ikut dzalim terhadap rakyat kecil,” ucap Iwan.
Ia menambahkan bahwa setelah dari Inspektorat, para pedagang berencana mengadukan masalah ini ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat agar turut membantu menyelesaikan persoalan yang sudah berlarut-larut ini.
Sementara itu, Irban Khusus Inspektorat Kota Bandung, Robiana, mengakui bahwa proses pengawasan dan audit memerlukan waktu. Namun, ia menegaskan bahwa aspirasi pedagang akan ditindaklanjuti.
“Dokumen-dokumen yang disampaikan akan kami pelajari. Jika terbukti mengandung unsur pengawasan, akan kami gunakan. Yang tidak, kami simpan sebagai arsip,” ujarnya.
Robiana menegaskan bahwa Inspektorat membuka ruang dialog dan mengapresiasi masukan dari masyarakat. “Kita semua ‘nyaah ka Bandung’, mari kita bersama-sama membuat kota ini lebih baik ke depan,” pungkasnya.






