“Penegakan hukum ini kami lakukan untuk memberikan efek jera kepada para pelaku,” kata AKP Hartono, Kamis pagi, 12 Juni 2025. Namun pernyataan itu terdengar normatif dan belum mencerminkan perubahan signifikan di lapangan.
Operasi Cipta Kondisi dan Kegiatan Rutin yang Ditingkatkan (KRYD) pun belum mampu menutup celah peredaran miras, baik pabrikan maupun tradisional.
Rencana pemusnahan barang bukti justru jadi rutinitas tahunan yang mengulang pola yang sama: penindakan, penyitaan, pemusnahan, tapi peredaran tetap berlangsung.
Masyarakat pun mulai mempertanyakan, apakah penanganan ini sekadar simbolik? Apakah para pelaku jaringan besar miras benar-benar disentuh? Dan mengapa peredaran bisa tetap berjalan hingga ke titik-titik strategis kota?
Jika aparat tidak segera bertindak lebih tegas dan menyentuh akar distribusi serta para penyuplai besar, Kota Santri ini bisa terus dikotori oleh peredaran minuman keras yang merusak masa depan generasi muda.***
