Koran Mandala – Seorang warga Desa Pinayungan, Kecamatan Telukjambe Timur, Kabupaten Karawang, Yusup Saputra (58), harus berhadapan dengan hukum usai menyampaikan kritik terhadap kinerja kepala desa terkait pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR). Kritik yang disampaikannya pada tahun 2023 kepada sebuah media lokal berujung pada pemidanaan atas tuduhan pencemaran nama baik.
Menurut Yusup, komentarnya dimuat sebagai narasumber dalam kapasitasnya sebagai tokoh masyarakat yang dimintai pendapat terkait dugaan ketidakterbukaan pengelolaan CSR oleh pemerintah desa (Pemdes) Pinayungan. Ia mengaku tidak menyebutkan nama atau inisial siapa pun dalam pernyataannya.
IGD RSUD Karawang Sempat Ditutup Akibat Bed Occupancy Rate Melonjak
“Saya hanya menyebut Pemdes secara umum. Tidak ada niat menyudutkan siapa pun. Apa yang saya sampaikan bersumber dari keterangan pengacara perusahaan terkait CSR,” ujar Yusup usai menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Karawang, Senin (2/6/2025).
Meski begitu, Yusup telah tiga kali menjalani pemeriksaan oleh aparat penegak hukum pada akhir tahun 2024, sebelum akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan menyampaikan pernyataan yang merusak kehormatan kepala desa, serta dianggap menuduh dan memfitnah.
“Saya kecewa dengan sikap penyidik. Saya hanya menjadi narasumber. Tidak ada unsur kebencian atau penghinaan,” tegasnya.
Kasus ini memicu reaksi dari kalangan mahasiswa. Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Karawang menggelar aksi solidaritas di depan Pengadilan Negeri Karawang sebagai bentuk protes atas pemidanaan terhadap Yusup.
Ketua GMNI Karawang, Alvany, menyebut bahwa pemidanaan terhadap warga karena kritik adalah bentuk kriminalisasi kebebasan berekspresi. Ia menilai langkah hukum ini mencerminkan ketimpangan penegakan hukum di tingkat akar rumput.
“Mengkritik kepala desa bukan kejahatan. Ini demokrasi, bukan monarki. Kami mendesak Pengadilan Negeri Karawang untuk bertindak adil dan mencabut pemidanaan terhadap Pak Yusup,” tegasnya.
GMNI menilai kritik warga terhadap kinerja pemdes justru merupakan bentuk partisipasi publik dalam pembangunan desa yang seharusnya dilindungi, bukan diberangus. Mereka berharap pengadilan dapat memutuskan dengan bijak demi menjaga iklim demokrasi yang sehat di tingkat desa.