KoranMandala.com –Pemerintah resmi memperkuat pengaturan perpajakan atas transaksi aset kripto melalui tiga regulasi baru yang mulai berlaku 1 Agustus 2025. Ketiga aturan tersebut adalah:
PMK Nomor 50 Tahun 2025 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto,
PMK Nomor 53 Tahun 2025 tentang perubahan atas ketentuan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak, dan
PMK Nomor 54 Tahun 2025 yang merevisi aturan perpajakan dalam sistem administrasi inti perpajakan.
Kapten Persib Kabarkan Timnya Mulai Kompak Setelah Satu Bulan Bersama
Ketiganya ditetapkan pada 25 Juli 2025, seiring perubahan status aset kripto yang kini diakui sebagai aset keuangan digital, bukan lagi sebagai komoditas seperti sebelumnya.
Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Rosmauli, perubahan ini didorong oleh amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang P2SK (Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan). Dalam beleid tersebut, aset kripto telah dipersamakan dengan surat berharga, sehingga tidak lagi dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Kini, aset kripto masuk dalam kategori aset keuangan digital. Karena itu, sesuai ketentuan OJK, PPN atas transaksi kripto ditiadakan,” jelas Rosmauli.
Meskipun dibebaskan dari PPN, transaksi aset kripto tetap dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 22, dengan skema sebagai berikut:
1. Perdagangan Aset Kripto
PPh Pasal 22 Final
0,21% untuk transaksi melalui platform dalam negeri (PPMSE DN) — dipungut oleh Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD)
1% untuk transaksi melalui platform luar negeri (PPMSE LN) — dipungut oleh platform atau disetor sendiri oleh wajib pajak