Koran Mandala – Rilis data PDRB Jawa Barat triwulan I-2025 oleh BPS menunjukkan pertumbuhan ekonomi year-on-year sebesar 4,98 persen, sebuah angka yang sekilas tampak menggembirakan. Namun, kita tidak bisa hanya terpaku pada angka agregat. Penelisikan lebih dalam terhadap struktur dan dinamika pertumbuhan ini justru memunculkan beberapa catatan yang perlu diperhatikan untuk keberlanjutan ekonomi Jawa Barat ke depan.
Ilusi Pertumbuhan yang Ditopang Sektor Primer:
Pertumbuhan tertinggi yang dicatatkan oleh Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (31,89 persen y-on-y) patut diapresiasi. Namun, ketergantungan yang terlalu besar pada sektor primer bisa menjadi pedang bermata dua. Fluktuasi harga komoditas global dan kerentanan terhadap perubahan iklim dapat dengan mudah menggoyahkan fondasi pertumbuhan ini. Apakah Jawa Barat telah memiliki strategi diversifikasi ekonomi yang cukup kuat untuk mengurangi risiko ini?
Alarm dari Sektor Industri Pengolahan dan Konstruksi:
Kontraksi quarter-to-quarter (q-to-q) pada Lapangan Usaha Industri Pengolahan (-0,22 persen) dan Konstruksi (-1,96 persen) adalah sinyal bahaya yang tidak boleh diabaikan. Sektor industri pengolahan, sebagai kontributor terbesar PDRB (40,28 persen), seharusnya menjadi motor utama pertumbuhan, bukan justru mengalami stagnasi bahkan kontraksi.
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Triwulan II-2024 Masih Berkutat Diangka 4 Persen
Hal ini mengindikasikan adanya permasalahan struktural, mulai dari daya saing, investasi yang kurang optimal, hingga potensi masalah rantai pasok atau permintaan. Demikian pula dengan kontraksi di sektor konstruksi, yang dapat menghambat pembangunan infrastruktur dan investasi jangka panjang.
Kualitas Pertumbuhan dan Sektor Informal:
Meskipun data ketenagakerjaan menunjukkan peningkatan jumlah penduduk bekerja dan penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), dominasi pekerja informal (55,89 persen) mengindikasikan kualitas pertumbuhan ekonomi yang perlu dipertanyakan.
Sektor informal seringkali menawarkan upah yang lebih rendah, perlindungan sosial yang minim, dan produktivitas yang lebih rendah dibandingkan sektor formal. Pertumbuhan yang inklusif seharusnya diiringi dengan peningkatan formalisasi tenaga kerja.
Kontraksi Ekspor Impor dan Daya Saing Global:
Penurunan pada Ekspor Barang dan Jasa (-0,28 persen y-on-y) dan Impor Barang dan Jasa (-3,82 persen y-on-y), meskipun menghasilkan pertumbuhan ekspor netto, perlu dianalisis lebih lanjut. Apakah kontraksi ekspor ini disebabkan oleh penurunan daya saing produk Jawa Barat di pasar global atau faktor eksternal lainnya? Peningkatan daya saing dan diversifikasi produk ekspor menjadi krusial untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.