KORANMANDALA.COM – Sabtu malam, 1 November 2025, halaman Pesantren Unggulan Daarul Qur’an Bandung di Jl. Nagrog, Pesanggrahan, Ujungberung, Kota Bandung tampak ramai namun tetap syahdu. Di bawah sinar bulan yang hampir sempurna—malam 10 Jumadil Awwal—para santri, guru, dan wali santri duduk berbaur dalam suasana penuh haru.
Peringatan Hari Santri Nasional tahun ini mengusung tema “Trilogy Harmony: Faith, Learning, and Community.” Namun bagi Daarul Qur’an Bandung, peringatan tersebut bukan sekadar seremoni.
Setelah hampir sehari penuh diguyur hujan, malam itu akhirnya langit bersahabat, memberi kesempatan pada lembaga ini meresmikan sebuah terobosan besar di dunia pendidikan pesantren: Kurikulum Super Intensive Class (SIC), sebuah sistem pembelajaran baru yang menjembatani antara nilai-nilai Qur’ani dan tuntutan zaman modern.
Sebuah Kurikulum Inovatif yang Diakui HAKI
Program Super Intensive Class telah resmi terdaftar dan dilindungi oleh Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), menjadikannya salah satu inovasi pendidikan pesantren yang diakui secara hukum dan intelektual.
Program ini berdiri dengan dukungan 3 pilar utama yaitu dinamisme pendidikan, fokus, dan tahfidz basic & small living.
Menurut Kiai Khairul Rozy, pengasuh Pesantren Unggulan Daarul Qur’an Bandung, pengakuan ini bukan hanya soal legalitas, melainkan simbol bahwa pesantren kini ikut mengambil peran dalam ekosistem inovasi nasional.
Dalam sambutannya, Kiai Rozy menyampaikan bahwa santri hari ini harus siap menghadapi medan perjuangan baru—bukan lagi perang bersenjata seperti masa lalu, melainkan perang gagasan, bahasa, dan teknologi. “Hari Santri adalah momentum untuk meneguhkan kembali bahwa santri siap siaga jiwa dan raga—menjaga agama, membangun bangsa, dan menebar keberkahan di muka bumi,” ujarnya dengan penuh keyakinan.
Super Intensive Class dirancang untuk membentuk santri yang hafal Qur’an secara mutqin, memahami tafsir dengan baik, dan mampu berpikir kritis dalam konteks modern. Program ini tidak hanya menekankan capaian akademik, tetapi juga pembentukan karakter Qur’ani. Setiap santri diarahkan agar hafalan yang mereka miliki tidak berhenti di lisan, tetapi meresap ke dalam perilaku dan cara berpikir.
Bahasa Sebagai Gerbang Peradaban
Salah satu elemen paling menarik dari SIC adalah penekanan pada penguasaan bahasa Arab dan Inggris secara aktif. Dalam pidatonya yang memukau, Syeikh Barra—pengajar bahasa Arab dan Inggris asal Palestina—mengatakan bahwa bahasa adalah senjata utama umat dalam memahami dan menyebarkan ilmu.
“Bahasa Arab membuka pemahaman terhadap wahyu Allah, sementara bahasa Inggris membuka akses terhadap ilmu pengetahuan dunia,” tutur Syeikh Barra di hadapan para santri. Ia menekankan bahwa kemampuan bahasa tidak bisa diperoleh secara instan. “Latihlah setiap hari, bahkan hanya lima belas menit. Bahasa adalah otot, dan ia hanya kuat bila digunakan,” lanjutnya.
Baginya, dua bahasa ini bukan sekadar alat komunikasi, tetapi fondasi pembentukan pemikiran santri. Bahasa Arab menghubungkan mereka dengan sumber ajaran Islam, sedangkan bahasa Inggris menghubungkan mereka dengan dinamika global. Di era digital saat ini, kata Syeikh Barra, enam puluh persen pengetahuan di internet menggunakan bahasa Inggris. Karena itu, penguasaan bahasa menjadi jembatan penting agar santri dapat berinteraksi dengan dunia tanpa kehilangan identitas keislaman mereka.
Selanjutnya, Pendidikan yang Menyatu dengan Kehidupan.
