Koran Mandala – Program Sekolah Rakyat yang mulai bergulir pada tahun ajaran 2025/2026 menjadi salah satu langkah paling ambisius dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk menjawab problem klasik bangsa: kemiskinan yang diwariskan turun-temurun karena akses pendidikan yang timpang.
Melalui skema pendidikan gratis berasrama bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem, negara ingin hadir secara total dalam menyelamatkan masa depan generasi penerus dari belenggu struktural bernama ketimpangan.
Namun seperti semua program besar, jalan implementasinya tidak akan mudah.
Sekolah Rakyat Sasar Anak dari Keluarga Miskin Ekstrem, Pemerintah Janji Berdayakan Orangtuanya
Kemiskinan Tak Lagi Cukup Ditangani dengan Bantuan Tunai
Selama ini, solusi kemiskinan terlalu sering berbentuk bantuan tunai atau bansos. Padahal akar persoalannya lebih dalam: ketidakmampuan keluarga miskin untuk mengakses layanan dasar secara adil dan bermutu, khususnya pendidikan.
Program Sekolah Rakyat mencoba memutus lingkaran itu. Ia bukan sekadar program pendidikan, tapi strategi intervensi sosial berbasis transformasi jangka panjang.
Menurut Adita Irawati, Tenaga Ahli Utama di Kantor Komunikasi Kepresidenan, Presiden Prabowo sadar betul bahwa kemiskinan yang dibiarkan akan memperpanjang krisis keterampilan, keterbatasan daya saing, dan pada akhirnya memperbesar beban negara.
Memastikan Anak Miskin Masuk, Bukan Anak ‘Titipan’
Salah satu tantangan utama dari Sekolah Rakyat adalah menjaga integritas data dan pelaksanaannya. Pemerintah harus benar-benar memastikan bahwa yang masuk ke dalam program ini adalah anak-anak dari keluarga miskin sesungguhnya, bukan anak “titipan” dari keluarga berada atau mereka yang punya akses dan koneksi.
Di sinilah peran pemerintah daerah, lembaga pendamping, serta masyarakat sipil menjadi sangat penting. Verifikasi berbasis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) dari BPS memang menjadi dasar, tapi pelaksanaannya di lapangan membutuhkan transparansi dan pengawasan berlapis.
Peluang: Pendidikan Setara bagi Mereka yang Selama Ini Terlupakan
Program ini membawa angin segar: untuk pertama kalinya dalam sejarah, negara menyediakan sekolah gratis plus asrama, makan, seragam, dan pendidikan keterampilan hidup, yang ditujukan secara khusus untuk warga miskin.
Ini lebih dari sekadar memberi akses; ini soal keberpihakan. Bahwa negara hadir paling kuat di tempat yang paling lemah.
Jika berhasil, Sekolah Rakyat bisa menjadi katalis perubahan sosial. Anak-anak dari keluarga miskin akan menjadi lulusan yang siap kerja, mandiri secara ekonomi, dan bahkan bisa mengangkat derajat keluarganya dari garis kemiskinan.
Program Sekolah Rakyat adalah program publik, dan seperti semua kebijakan publik, ia butuh pengawalan publik.
Mari bertanya: apakah anak-anak miskin di sekitar kita sudah tahu soal program ini? Apakah desa atau kecamatan kita sudah menyebarkan informasinya? Apakah ada kemungkinan manipulasi data penerima manfaat?
Partisipasi aktif warga, guru, tokoh masyarakat, dan media lokal akan menentukan keberhasilan program ini. Sebab jika berjalan sebagaimana mestinya, Sekolah Rakyat bukan hanya akan melahirkan lulusan—tapi akan mencetak sejarah.
Di tengah banyaknya kritik terhadap program sosial, Sekolah Rakyat adalah bentuk optimisme baru. Tapi seperti benih unggul, ia butuh tanah yang subur, air yang cukup, dan petani yang sabar merawat.
Jika kita semua ikut menjaga program ini, bukan tidak mungkin anak-anak dari lorong-lorong kumuh bisa melangkah menuju panggung masa depan.
Indonesia Emas 2045 mungkin dimulai dari ruang belajar sederhana bernama Sekolah Rakyat.
