Ketiga, ia sempat kehilangan arah terhadap “why”, yaitu alasan utama ingin melanjutkan studi.
Awalnya ia menyusun narasi yang menurutnya ingin pihak kampus dengar, bukan yang benar-benar otentik dari diri sendiri.
Padahal, pemahaman yang jujur terhadap motivasi pribadi akan sangat membantu dalam menyusun dokumen aplikasi dan membuat keputusan di akhir.
Keempat, ia tidak mengelola stres dan waktu dengan baik.
Ia menyangka proses ini adalah sprint, padahal sejatinya ini adalah marathon.
Akibatnya, ia menunda banyak hal dalam hidup dan merasa seperti menjalani tahun yang “terjeda”.
Kelima, ia tidak tahu kapan harus berhenti atau mengatur ulang strategi.
Namun, ia juga percaya bahwa selama masih ada waktu, tidak ada salahnya terus mencoba.
Itulah cerita dari Keke Genio tentang kesalahan daftar kuliah dan beasiswa. ***






