Dapat juga dari penyakit autoimun, hipertensi, kolesterol tinggi, dan stres.
Gejala Bell’s Palsy meliputi kelumpuhan mendadak di satu sisi wajah, sulit tersenyum, kesulitan menutup mata, nyeri di sekitar rahang atau belakang telinga, gangguan pengecapan, mata kering, hingga telinga berdenging.
Untuk menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan wawancara medis, pemeriksaan fisik, dan jika perlu, lakukan tes penunjang seperti MRI, CT Scan, atau elektromiografi (EMG).
Pengobatan umumnya melibatkan pemberian kortikosteroid untuk mengurangi peradangan, antivirus bila adanya kecurigaan penyebabnya adalah virus, serta pereda nyeri.
Terapi fisik, penggunaan pelindung mata, dan istirahat cukup juga sangat para dokter anjurkan untuk mempercepat pemulihan.
Untuk mencegah Bell’s Palsy, penting mengelola faktor risiko seperti mengontrol gula darah dan tekanan darah, menjaga daya tahan tubuh.
Selain itu, harus menghindari paparan udara dingin langsung ke wajah.
Kesimpulannya, Bell’s Palsy bukanlah stroke, namun tetap perlu mendapatkan perhatian medis segera agar pemulihan optimal dapat tercapai.