KORANMANDALA.COM –Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat menolak draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perubahan Kedua PP 36 Tahun 2021 yang tengah disiapkan pemerintah sebagai dasar penetapan upah minimum tahun 2026.
Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI sekaligus Ketua DPD KSPSI Provinsi Jawa Barat Roy Jinto Ferianto, menegaskan bahwa penyusunan RPP tersebut bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168 Tahun 2024.
“Pemerintah seharusnya membuat terlebih dahulu Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru sesuai perintah MK. Setelah UU baru terbit, barulah dibuat aturan turunannya. Bukan membuat RPP terlebih dahulu sementara UU-nya belum ada,” kata Roy saat diwawancarai di Bandung, Rabu (19/11/2025).
Roy juga menyoroti ketentuan dalam draf RPP yang tetap membatasi indeks alfa faktor kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan rentang 0,20 hingga 0,70. Pembatasan ini, menurutnya, berpotensi membuat kenaikan upah minimum menjadi sangat kecil.
“Putusan MK menjelaskan bahwa alfa adalah kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di tiap kabupaten/kota. Karena itu, nilainya tidak boleh dibatasi dan harus diserahkan kepada Dewan Pengupahan daerah,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa upah minimum harus tetap menggambarkan kebutuhan hidup layak, bukan sekadar angka dari rumus yang dibatasi secara administratif.
Selain soal alfa, Roy menyebut RPP tersebut mempersulit penetapan Upah Minimum Sektoral (UMS). Beberapa poin yang dinilai memberatkan antara lain:
- Harus ada minimal dua perusahaan sejenis,
- Harus ada kesepakatan antar perusahaan,
- UMS hanya untuk sektor dengan risiko tinggi,
Gubernur diberi kewenangan mengevaluasi dan bahkan menolak usulan dari Dewan Pengupahan kabupaten/kota.
“Dengan aturan itu, gubernur bisa saja tidak menetapkan UMS meskipun sudah ada rekomendasi dari daerah,” ujar Roy.
Berdasarkan seluruh keberatan tersebut, KSPSI Jawa Barat resmi menolak RPP Pengupahan yang tengah disusun pemerintah. Organisasi buruh itu mendesak agar upah minimum tahun 2026 naik minimal 8,5% untuk menjamin pekerja dapat memenuhi kebutuhan hidup layak.






