KORANMANDALA.COM –Wali Kota Bandung, Farhan, mengakui persoalan sampah di Kota Bandung belum memiliki solusi tuntas. Ia menilai, permasalahan utama bukan terletak pada teknologi pengelolaan, melainkan pada rendahnya partisipasi publik dan budaya masyarakat yang masih abai terhadap pengelolaan sampah.
Dalam wawancara khusus di Balai Kota Bandung, Rabu (12/11/2025), Farhan menegaskan bahwa budaya masyarakat menjadi akar persoalan utama dalam krisis sampah yang masih menghantui Kota Bandung.
“Tantangan terbesar kami bukan teknologi, tapi partisipasi publik. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah masih sangat rendah,” ujar Farhan.
ITB dan Pemkot Bandung Satukan Inovasi untuk Atasi Krisis Sampah Kota
Sampah sebagai Cermin Budaya
Farhan menilai, perilaku masyarakat dalam memperlakukan sampah merefleksikan budaya yang belum matang. Ia membandingkan kebiasaan warga Bandung dengan masyarakat di negara lain seperti Singapura, India, dan Filipina.
“Sampah itu produk budaya. Di Singapura ada tulisan Do Not Litter yang artinya jangan membuat kotor, bukan sekadar jangan buang sampah sembarangan. Sementara budaya kita, buang sampah pada tempatnya tapi tempatnya di mana? Di mana aja, asal bukan di rumah sendiri,” sindirnya.
Ia juga menyinggung bagaimana Sungai Thames di London yang sempat tercemar bakteri E.coli pada abad ke-19 akhirnya dapat dipulihkan karena adanya kesadaran publik dan tata kelola yang disiplin.
“Masalah kebersihan itu bukan hanya milik Indonesia. Negara mana pun pernah kotor. Tapi bedanya, mereka punya kesadaran kolektif untuk memperbaikinya,” ucap Farhan.
Teknologi Ada, Tapi Tak Jadi Senjata Ampuh
Pemkot Bandung, kata Farhan, sebenarnya telah menerapkan beberapa teknologi pengelolaan sampah, salah satunya melalui fasilitas biodigester yang berfungsi mengolah 20 ton sampah pisang setiap hari.
“Lahan 1.200 meter persegi yang dulu penuh sampah pisang, sekarang kami ubah jadi fasilitas biodigester. Teknologi ini berhasil mengelola sampah tanpa harus belajar ke luar negeri,” ujarnya.
Meski begitu, Farhan menegaskan, teknologi tidak akan berarti tanpa dukungan perilaku masyarakat. “Sebagus apa pun teknologinya, kalau partisipasi masyarakat rendah, hasilnya sama saja,” katanya.
Program Kang Pisman Masih Mandek
Sejak 2019, Pemkot Bandung menggulirkan program Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan) sebagai upaya pengurangan sampah dari sumbernya. Namun, hingga kini program tersebut belum berjalan optimal.
“Dari 1.597 RW di Kota Bandung, hanya sekitar 400 RW yang aktif menjalankan Kang Pisman. Sisanya masih pasif,” ungkap Farhan.






