Farhan menegaskan bahwa Pemkot Bandung tidak akan bergantung pada satu teknologi tunggal. Sebaliknya, ia ingin membangun ekosistem pengelolaan sampah yang terbuka dan inklusif, menggabungkan berbagai inovasi skala menengah dan kecil.
Dalam diskusi, Qinglv juga memaparkan tantangan teknis, seperti kualitas plastik daur ulang yang rendah dan limbah air dari truk pemadat sampah. Mereka menjelaskan bahwa sistem mereka tidak memerlukan proses pengeringan, namun tetap memerlukan pembersihan plastik sebelum dapat didaur ulang secara optimal.
Selain teknologi pemilahan, Qinglv juga memperkenalkan solusi lain seperti pengolahan sampah menjadi bahan bakar industri (Solid Industrial Fuel/SIF), produksi kompos, dan penjualan bahan daur ulang yang telah disortir.
Untuk menyesuaikan teknologi dengan kondisi lokal, delegasi Qinglv dijadwalkan mengunjungi sejumlah fasilitas pengelolaan sampah di Kota Bandung, seperti Cicukang Holis, Gedebage, Tegalega, dan Nyengseret. Peninjauan langsung ini diharapkan memberi gambaran riil agar teknologi dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan lapangan.
Dengan volume sampah harian Kota Bandung yang mencapai 1.800 ton, Farhan berharap kolaborasi ini bisa menjadi langkah strategis dalam mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang lebih baik.
“Kita sedang membangun ekosistem baru. Jika kerja sama ini bisa menjaga masa depan anak-anak kita, saya yakin itu layak diperjuangkan,” tegasnya.
