KoranMandala.com – Kegembiraan warga Garut dalam mengikuti Pesta Rakyat yang digelar pada Jumat (18/7/2025) nyaris berubah menjadi petaka. Acara yang menghadirkan sajian makanan gratis dari 22 kabupaten/kota di Jawa Barat ini justru menimbulkan kericuhan dan desakan massa di area pendopo, tempat makanan dibagikan.
Saat pintu area kuliner dibuka, ribuan warga yang sejak pagi mengantre langsung berdesakan ingin masuk. Tak sedikit yang terjatuh dan nyaris terinjak akibat antrean yang tak terkendali.
“Orang-orang sudah tidak sabar, semua berebut ingin dapat makanan. Tidak ada jalur khusus, petugas pun kewalahan,” kata salah satu pengunjung yang enggan disebutkan namanya.
Adam Przybek Yakin Training Camp Thailand Akan Berdampak Baik Bagi Persib
Dari pantauan di lapangan, sejumlah tenan kuliner menyajikan menu khas daerah seperti Nasi Tutug Oncom, Nasi Bakar Padalarang, hingga Pindang Ikan Gunung. Harga rata-rata per porsi yang disubsidi panitia mencapai Rp15.000–Rp20.000. Masing-masing tenan menyediakan sekitar 500 porsi untuk dibagikan gratis kepada pengunjung.
“Baru sebentar dibuka, sudah diserbu warga. Kami sampai kewalahan membagikannya,” ujar salah satu pengelola tenan kuliner.
Musibah nyaris terjadi karena kurangnya pengaturan teknis dari pihak penyelenggara. Antusiasme warga yang tinggi tidak diimbangi dengan sistem pengamanan dan pengendalian massa yang memadai. Hal ini menimbulkan kepanikan dan risiko yang mengancam keselamatan.
Kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi Event Organizer (EO) dan penyelenggara acara di daerah. Mereka dituntut untuk memahami karakteristik sosial dan budaya masyarakat lokal sebelum menggelar acara besar yang melibatkan massa dalam jumlah besar.
Pakar kebudayaan lokal menilai bahwa pelibatan putra daerah dalam perencanaan acara semacam ini sangat penting. Mereka memiliki pemahaman yang lebih mendalam terhadap dinamika masyarakat setempat, sehingga dapat memberikan masukan dalam hal teknis, keamanan, dan kenyamanan peserta acara.
“Kearsipan lokal bukan hanya soal seni dan budaya, tetapi juga mencakup pengetahuan sosial yang bisa mencegah potensi bencana sosial seperti ini,” ujar seorang budayawan Garut.**