Ia juga menyoroti persoalan kepadatan penduduk di sejumlah wilayah seperti Kota Bekasi, Kota Depok, dan Kabupaten Bogor yang sudah melebihi 13 ribu jiwa per kilometer persegi. Selain itu, prevalensi stunting masih menjadi perhatian meski telah menurun menjadi 15,9 persen dari sebelumnya 21,7 persen.
Siska juga menyampaikan keprihatinan terkait tingginya angka dispensasi pernikahan anak, yang pada 2024 tercatat mencapai 3.631 kasus. Angka ini memang menurun dalam empat tahun terakhir, tetapi tetap perlu menjadi perhatian serius.
“Tema Hari Kependudukan Sedunia 2025 ‘Generasi Muda Berdaya, Keluarga Sejahtera, Jabar Istimewa’ harus menjadi visi strategis. Bonus demografi jangan sampai berubah menjadi bencana demografi,” tegasnya.
Di sisi lain, akademisi Universitas Padjadjaran yang juga Ketua Koalisi Kependudukan Indonesia (KKI) Jawa Barat, Ferry Hadiyanto, menekankan pentingnya pembangunan kependudukan yang berfokus pada usia muda. Ia mengusulkan model pembangunan yang mempertimbangkan sinergi lintas sektor, proyeksi penduduk usia 15–30 tahun, serta pendekatan inklusif.
“Pembangunan harus berbasis individu dan keluarga, tidak hanya komunitas. Khusus generasi muda, pendekatan baru diperlukan—lebih nyaman, sehat, dan bahagia,” ujar Ferry.
Ia menambahkan bahwa kebijakan pembangunan kependudukan perlu menyesuaikan dengan gaya hidup baru, perubahan perilaku, dan tantangan kesehatan mental yang kini banyak dialami generasi muda.
“Bagi anak muda, sejahtera mungkin terdengar jauh. Tapi yang lebih dekat dan penting adalah merasa bahagia. Maka kebijakan harus mengarah pada pembentukan keluarga yang bahagia,” tutupnya.