Koran Mandala –Pemerintah Kota Bandung bersama jajaran Dinas Lingkungan Hidup (DLH) akhirnya turun tangan menangani tumpukan sampah yang telah menggunung di sejumlah Tempat Penampungan Sementara (TPS), termasuk di TPS Baladewa. Penanganan ini baru dilakukan setelah lebih dari satu tahun persoalan sampah dibiarkan tanpa solusi jelas.
Pantauan di lapangan pada Selasa (8/7/2025), DLH mulai mengambil langkah konkret, dengan alasan selama ini terkendala keterbatasan ritase ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti.
Kepala DLH Kota Bandung, Darto, mengakui adanya hambatan teknis yang menyebabkan lambannya penanganan.
“Jalan menuju lokasi sempit, alat berat tidak bisa masuk. Kami hanya bisa menggunakan loader kecil dan truk kecil. Satu ritase hanya enam kubik. Untuk membersihkan seluruh tumpukan, diperkirakan perlu hingga 60 ritase,” ujarnya.
Darto juga menyoroti persoalan klasik terkait ritase yang tak kunjung memadai.
“Sejak dulu kami tidak mendapatkan ritase yang cukup. Kami mampu mengangkut sampah, tapi kalau diangkut, mau dibuang ke mana?” kata Darto.
Pernyataan tersebut memunculkan pertanyaan besar. DLH merupakan lembaga teknis yang setiap tahun mendapatkan alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pengelolaan sampah. Jika persoalan ritase sudah terjadi sejak lama, mengapa solusi baru dicari sekarang?
Kondisi di lapangan menunjukkan dampak nyata dari kelambanan penanganan. Sampah menumpuk hingga menggunung, mencemari udara, mengganggu aktivitas warga, bahkan dikhawatirkan berdampak pada kesehatan lingkungan.
Ironisnya, dalam kondisi darurat seperti ini, DLH justru mengaku masih mencari calon investor untuk mendukung pengadaan insinerator.
“Kami sedang mengupayakan pemasangan insinerator, dan saat ini mencari calon investor yang bersedia membantu pengadaan insinerator serta ritase tambahan untuk penanggulangan sampah di Baladewa dan wilayah lainnya,” ujar Darto.