Koran Mandala – Proyek pembangunan Flyover Nurtanio yang sejak awal digadang-gadang sebagai solusi permanen kemacetan di Jalan Abdurrahman Saleh hingga Jalan Garuda, justru berubah menjadi sumber penderitaan baru bagi masyarakat.
Sejak dimulai pada Januari 2024, proyek ini kini terkesan jalan di tempat. Target rampung pada November 2024 tinggal janji, sebab hingga pertengahan 2025, progres fisik nyaris tak terlihat signifikan.
Warga, pengendara harian, pelaku usaha kecil, hingga pekerja informal menjadi kelompok yang paling merasakan dampaknya. Kemacetan kian menggila, aktivitas ekonomi melambat, bahkan stres warga meningkat.
Di sekitar kawasan proyek, warung kopi milik Bu Euis (49) di pinggir Jalan Nurtanio terlihat lebih lengang dari biasanya.
“Dulu ramai sopir dan karyawan yang mampir pagi-pagi. Sekarang mereka buru-buru, takut telat karena macet. Warung saya jadi sepi, pendapatan turun,” keluhnya lirih sambil menyeduh kopi hitam.
Gelar Acara Trophy Tour di Summarecon Bandung, Ini Rangkaian Acara yang Diadakan Persib
Kondisi serupa juga dialami Ahmad (38), sopir Go-Car yang biasa mangkal di kawasan Bandara Husein Sastranegara. Ia menyebut penghasilannya turun hingga 25 persen dalam beberapa bulan terakhir.
“Banyak customer ngeluh. Akhirnya harus muter sampai 4 kilometer, buang bensin, buang waktu,” ungkapnya.
Ia menambahkan, sering kali penumpang luar kota heran dengan kemacetan parah di sekitar proyek.
“Saya cuma bisa jawab sejujurnya: proyeknya nggak beres. Bukannya mengurai macet, malah bikin tambah parah,” tambahnya dengan nada kecewa.
Kondisi jalan yang rusak dan berlubang akibat aktivitas kendaraan berat proyek pun memperparah situasi. Jalanan menjadi tidak nyaman, bahkan berbahaya.
Tak sedikit pengendara yang mengeluhkan kendaraan mereka rusak akibat kondisi tersebut.






